PURWAKARTA

Gula Aren Dikemas jadi Lebih Modern

LEBIH MENARIK: Susi Lestari menunjukkan produk gula semut olahannya.

PURWAKARTA, RAKA – Pandemi Covid-19 belum usai, namun masyarakat dituntut untuk terus berinovasi agar ekonomi tetap stabil. Susi Lestari, lajang asal Asal Kampung Cibodas, Desa Parungbanteng, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta, memutar otak. Gadis berusia 16 Tahun itu melakukan terobosan membuat produk gula aren yang lebih modern, menarik dan mampu diserap pasar zaman now. Selain pasar tradisional.

Di sekitar desa paling Ujung Kabupaten Purwakarta itu masih banyak terdapat pohon aren. Selama ini, warga di wilayah tersebut memanfaatkan nira aren untuk diolah menjadi gula merah yang dicetak menggunakan bambu ataupun batok kelapa. Melihat potensi itu, Susi membuat olahan nira lain yang bernilai lebih tinggi. Gula semut. Ia lantas memberinya label Alam Desa bagi gula semut khas Kampung Cibodas, Desa Parungbanteng, Kecamatan Sukasari tersebut.

Susi menuturkan, diakui atau tidak, pandemi Covid-19 sangat berpengaruh pada penjualan gula aren. Namun berkat motivasi dari Patriot Desa Parungbanteng akhirnya bisa berinovasi. “Inovasi ini dilakukan agar gula aren mempunyai nilai jual yang lebih tinggi, sehingga bisa meningkatkan taraf hidup para petani aren di Desa Parungbanteng,” ujarnya, saat ditemui, Senin (27/9).
Ia juga menjelaskan, biasanya para petani yang memproduksi gula aren dengan ganduan. Satu gandu gula aren kurang lebih sekitar 600 gram dijual seharga Rp10 ribu. “Jika dibuat gula semut, gula aren ganduan itu harganya bakal lebih meningkat. Harga per 100 gram gula semut Alam Desa ini kami jual seharga Rp5 ribu. Nah, jadi ada kenaikan harga juga bagi petani gula aren di Desa Parungbanteng ini,” tuturnya.

Susi mencontohkan, untuk satu gandu gula aren bisa menghasilkan 5 sampai 6 bungkus ukuran 100 gram gula semut Alam Desa. “Untuk saat ini kami baru memproduksi dalam skala kecil. Dari satu petani dalam sehari bisa dua kali produksi sebanyak tiga kilogram gula semut,” ujar wanita cantik yang tengah menimba ilmu di pondok pesantren itu.

Ia juga memastikan kualitas produknya dengan kemasan yang menarik. “Kami kemas dengan modern agar tampilan menarik sekaligus menjaga kualitas gula semut ketika sampai ke konsumen,” ungkapnya.

Saat ini, sambungnya, banyak rumah tangga di seputar Kecamatan Sukasari yang biasanya menggunakan gula rafinasi atau gula pasir, mulai beralih ke gula semut. “Dulu kan gula merah tradisional hanya digunakan saat puasa, lebaran atau maulud saja. Tapi dengan inovasi ini kita harap bisa terserap dan menjadi kebutuhan sehari-hari karena bentuknya seperti gula pasir,” tuturnya.

Melihat potensi gula semut yang cukup baik maka upaya promosi terus digencarkan untuk mengenalkan produk olahan rumah ke masyarakat luas. Menurut Susi, gula semut Alam Desa penjualannya sejauh ini hanya melalui media sosial dan kerabat terdekat saja. “Walaupun awalnya hanya produksi sesuai pesanan saja, namun saat ini sudah mulai ready stok,” kata wanita berhijab itu.
Susi berharap, penjualan gula semut ini semakin tambah meningkat sehingga membuat warga desa semakin produktif dan para pengusaha khususnya yang berasal dari Purwakarta, para pemilik kedai kopi dan lainnya tertarik untuk membeli produk ini sebagai tambahan pemanis alami untuk produk mereka.

Dirinya juga berharap kedepan ada perhatian pemda untuk mempromosikan, sekaligus membangunkan jejaring pasar. “Kami sangat berharap bantuan pemerintah terkait label kesehatan dan sertifikasi halal agar produk ini dapat diterima di pasar-pasar modern sebagai langkah untuk mengembangkan produk-produk lokal yang dapat meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat petani aren di Desa Parungbanteng. Terlebih ditengah pandemi Covid-19,” ungkapnya. (gan/ath)

Related Articles

Back to top button