Kecewa, Buruh Siap Demo Lagi

KARAWANG, RAKA – Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561 tentang Upah Minimum Kabupaten atau UMK tahun 2022 dianggap pahit oleh Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Karawang.
Ketua KASBI Karawang Rusmita, menganggap keputusan gubernur ini terlalu menuruti pemerintah pusat, sehingga tidak memberi kesempatan kepada daerah untuk menentukan upah buruh. Padahal, daerah ini yang mengetahui situasi dan kondisi buruh maupun perusahaan. “Jadi, lagi-lagi ini masalah PP 36, walaupun di keputusan MK kemarin ada klausul yang mengatakan harus ditangguhkan, karena tidak konstitusional,” jelasnya, saat dikonfirmasi, Rabu (1/12).
Tercatat dalam Kepgub Jawa Barat, UMK Karawang termasuk terbesar kedua setelah Kota Bekasi. Menurut Rusmita, upah buruh Karawang sebesar Rp4,7 juta, itu sama sekali tidak ada bedanya dengan tahun 2021. “Upah 4,7 juta di tahun 2022 ini tidak ada kenaikan sama sekali artinya nihil,” imbuhnya.
Kata Rusmita, Kepgub tentang UMK 2022 ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, namun pihaknya mengaku tidak akan langsung membuat gerakan untuk menolak Kepgub tersebut. Artinya, akan melakukan konsolidasi kembali dengan buruh lainnya guna memasifkan perlawanan, terutama soal pengupahan kedepannya. “Selagi nafas masih ada di kandung badan, perlawanan tidak akan pernah surat dan berhenti,” jelasnya.
Berbeda dengan Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Karawang Fadludin Damanhuri, pihaknya mengapresiasi atas dikeluarkannya Kepgub Nomor 561 tentang UMK 2022, dan dia menolak untuk kenaikan UMK sampai 7 persen. Kata dia, pengupahan ini harus ada jalan tengah antara Industri Kecil Menengah (IKM) dan kesejahteraan buruh. “Kalau ada kenaikan upah sampai 7 persen itu memang memberatkan, khususnya dari pengusaha kecil menengah,” imbuhnya.
Lebih lanjut kata Fadel, Kepgub terbarukan ini dianggap lebih baik dibandingkan harus menaikkan upah 7 persen. Pihaknya menjelaskan untuk memberikan upah ini ada beberapa mekanisme yang harus ditempuh, kemungkinan dengan ditolaknya kenaikan upah ini ada tahapan yang tidak terpenuhi. Kata Fadel, untuk kenaikan upah ini yang perlu diperhatikan adalah sektor industri kecil menengah. Karena jumlah industri besar ini lebih sedikit daripada industri kecil yang ada di Karawang. “Mungkin kalau dipersentasikan jumlah IKM ini 60 persen dibandingkan industri besar yang ada di Karawang,” katanya.
Menurut Fadel, industri besar bisa saja menaikan upah, hanya saja konsekuensinya para pengusaha ini menggunakan sistem robotik, sehingga akan terjadi pengurangan karyawan. “Kemungkinan pengusaha ini akan beralih dari padat karya menjadi padat modal,” paparnya.
Rusmita menanggapi atas ancaman robotik kedpenanya, kata dia itu merupakan keniscayaan dan sebuah kemajuan teknologi. Artinya, kalau pemerintah peka dengan kemajuan robotik, tapi di sisi lain masyarakatnya digaji dengan upah murah.
“Ini sama sekali sangat ketinggalan sekali, artinya bangsa ini sedang dikorbankan,” katanya. (mra)