Antisipasi Penyakit Mulut dan Kuku, Periksa Kesehatan Hewan Ternak
KARAWANG, RAKA – Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Karawang melakukan monitoring dalam pengecekan hewan ternak di wilayah Kabupaten Karawang untuk mengantisipasi penyebaran wabah Penyakit Mulut Kuku (PMK) pada hewan ternak.
Kepala Bidang Peternakan pada DPKP Kabupaten Karawang , Handoko menuturkan, setelah adanya laporan dan temuan dari Dinas Peternakan Jawa Timur tentang kasus PMK, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat melalui DPKP Jawa Barat langsung berkoordinasi dengan Kabupaten dan kota untuk mewaspadai kemunculan PMK. “Ini penyebabnya virus dan sangat menular, kita menganjurkan kepada peternak yang pertama lalu lintas peredaran sapi dari tempat asal yang mewabah ini kita tutup, kan kita punya check point di Losari Cirebon, dari provinsi itu mengeceknya dari surat keterangan sehat hewan dan cek darahnya harus benar-benar, bebas dari PMK, kalau pun lolos,” paparnya.
Handoko mengaku telah melakukan monitoring ke sejumlah wilayah di Kabupaten Karawang melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) yang tersebar di 30 kecamatan dan hasilnya belum ada temuan terhadap wabah PMK. “Pada wilayah kita di Kabupaten Karawang Alhamdulillah dari hasil monitoring kita ke bandar-bandar ternak yang suka mendatangkan sapi-sapi dari Jawa Timur itu sehat semuanya setelah kami monitoring, terus juka kita sosialisasikan ke para UPTD melalui PPL 30 kecamatan untuk monitoring ternak sapi, domba dan kambing,” ucapnya.
Sebelumnya, Dinas Peternakan Kabupaten Karawang telah membuat surat edaran agar masyarakat yang memiliki hewan ternak sapi, kerbau untuk melakukan antisipasi. “Kami hanya dari kesehatan hewannya saja. Saat ini kita sudah mulai bergerak. Pertama kita membuat surat edaran agar mereka yang di lapangan segera mengantisipasi terhadap kewaspadaan penyakit tersebut. Alhamdulillah sampai sekarang belum ada laporan hewan yang terpapar penyakit itu,” ujar Siti Komalaningsih, Sub Koordinator Subsuransi Kesehatan Hewan Dinas Peternakan, baru-baru ini.
Langkah kedua, lanjutnya, membentuk tim respon cepat di setiap kecamatan. Ketika tim menemukan gejala penyakit tersebut diwajibkan untuk melakukan pelaporan secara cepat. Gejala penyakit yakni demam tinggi mencapai empat puluh satu derajat celcius, pembengkakan limfoglandula mandibularis, air liur berlebihan. Gejala terakhir yakni adanya lepuh dan erosi sekitar mulut, moncong, hidung, lidah, gusi, kulit sekitar kuku dan puting ambing. “Kami juga menyusun tim respon cepat di masing-masing kecamatan. Kami instruksikan ke mereka untuk segera melapor ke dinas pertanian. Kami dengan dokter hewan akan segera datang setelah mendapat laporan,” ungkapnya.
Masa inkubasi virus tersebut selama dua hingga empat belas hari. Hewan yang terpapar akan di isolasi dan dipisahkan. Penyakit tersebut dapat menularkan ke hewan ruminansia. Hewan yang rentan yakni sapi, kerbau, kambing, domba. “Ya itu penyebarannya cepat karena masa inkubasinya dua sampai empat belas hari. Berbahaya buat hewan rumaninansia, kalau ke manusia tidak menularkan,” sambungnya.
Handoko, kepala Bidang Peternakan menambahkan, berdasarkan data dari 4 Mei 2022 hingga 7 Mei 2022 para pemasok hewan di luar Kabupaten Karawang mendatangkan hewan ruminansia telah menyertakan surat keterangan hewan. Kondisi hewan pun hingga saat ini terlihat sehat. Para pemasok diwajibkan untuk melakukan cek point di titik Losari, Banjar sebelum mengirimkan hewan ke Jawa Barat. Hal ini mengakibatkan pemasok hewan dari Jawa Timur tidak dapat melakukan pengiriman ke wilayah Karawang dan daerah Jawa Barat lainnya. “Jadi hasil monitoring ke bandar yang biasa mendatangkan sapi dari Jawa Timur memang mereka disertai surat keterangan kesehatan hewan. Kondisi sapi nya juga sampai saat ini, informasi dari tim penyuluh di setiap kecamatan belum ditemukan hewan yang terpapar. Kan ada beberapa cek point di Jawa Barat jadi mereka mau mendatangkan sapi dari Jawa Timur terbentur di cek point. Sementara pengiriman ditunda,” pungkasnya. (nad/dis)