Pedagang Jamu Jual Arak
TEMPURAN, RAKA – Hingga saat ini masih sering ditemukan pedagang jamu nyambi berjualan minuman beralkohol. Meski banyak yang kena razia, namun banyak juga yang kembali menjual hal serupa.
Seperti hasil razia yang dilakukan oleh dua anggota Polsek Tempuran, Aiptu Zaenal dan Aipda Lukman. Mereka melakukan razia miras dan oplosan diantaranya Warung milik D di Dusun Kalenasem, Desa Pagadungan, Kecamatan Tempuran. Hasilnya ditemukan dua botol arak kecil. Sementara warung jamu milik R di Dusun Turi Timur, Desa Tanjungjaya, Kecamatan Tempuran juga ditemukan menjual dua botol arak kecil.
Para pemilik toko jamu dan warung klontong yang masih kedapatan menjual miras, diberikan himbuan agar tidak melanggar hukum dengan menjual minuman beralkohol dan oplosan lagi.
“Kita menekankan agar tidak lagi menjual miras, dan agar membantu dan menjadi mitra kepolisian untuk menjaga guankamtibmas, ini merupakan upaya Polsek Tempuran dalam menekan penjualan minuman keras di toko atau kios jamu,” kata Kapolsek melalui Aiptu Zaenal.
Anggota Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jabar Ihsanudin mengatakan, belum lama ini, ditemukan kasus tewasnya 9 orang karena mengonsumsi miras oplosan. Kebayakan dari mereka yang menjadi korban miras oplosan, berasal dari kelompok masyarakat ekonomi bawah. Karena faktor ekonomi, para korban harus membeli miras oplosan, karena tidak mampu membeli miras bermerk. Baik miras oplosan atau bukan, semua pihak sepakat bahwa minuman beralkohol memiliki risiko berbahaya bagi kesehatan manusia. Bahkan dalam agama Islam, miras dikategorikan sebagai barang haram.
Menurut Ihsanudin, fenomena itu harus menjadi alarm bagi semua pihak, untuk lebih gencar mengampanyekan bahayanya miras. ‘’Peredaran miras memang tidak dilarang sepanjang penjualnya mengantongi izin. Namun, kita semua tahu bahwa barang itu sangat merusak masyarakat. Oleh karena itu, pengawasannya pun harus diperketat,’’ katanya.
Jika dikonsumsi, miras dapat merusak ahlak, akal sehat, hingga tindakan intoleran. Wakil rakyat yang dekat dengan kaum pemuda itu, meminta semua pihak tidak lengah dengan bahaya miras, baik yang beredar di pasaran atau di tempat hiburan malam. Kata dia, miras tidak sekadar minuman yang memabukan, namun bisa merusak budaya. ‘’Jangan sampai miras ini dianggap budaya bagi pengonsumsinya, dan dianggap bukan maksiat,’’ tambahnya.
Risiko dari miras akan melebar ke hubungan antarmasyarakat. Karena hilang akal sehat dan ahlak, maka pengonsumsi miras berpotensi menjadi perusak tatanan sosial di masyarakat. Ihsanudin juga menyayangkan lokasi hiburan malam yang menyediakan miras bagi pengunjungnya. Sekalipun mengantongi izin, namun fasilitas miras itu berpotensi memicu pada perbuatan maksiat lainnya. Di antaranya narkoba dan transaksi prostitusi.
Ada baiknya, ungkap Ihsanudin, masyarakat yang ingin mencari hiburan malam tidak memilih lokasi yang menyediakan miras. Masih banyak lokasi hiburan positif yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya Indonesia. Sekalipun berpotensi menjadi sarang maksiat, pihaknya tidak setuju bila lokasi tersebut di-sweeping oleh ormas tertentu. ‘’Lebih baik dakwah bil hikmah, ketimbang melakukan aksi main hakim sendiri,’’ pungkasnya. (psn/tr)