KARAWANG

Pengangkatan Dewas Perumda Tirta Tarum Dinilai Cacat Hukum

KARAWANG, RAKA- Pengangkatan dewan pengawas (dewas) Perumda Tirta Tarum dinilai cacat hukum. Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana diminta segera mencabut surat keputusan (SK) pengangkatan dewas tersebut.
Direktur LBH Cakra Hilman Tamimi mengatakan, pengangkatan dewas Perumda Tirta Tarum terindikasi cacat hukum karena melabrak Perda No. 3 tahun 2021 pasal 15 (k), sehingga berimplikasi terhadap keabsahan produk Perumda yang melibatkan dewas. “Sangat memprihatinkan jika kita berani fair dan utuh dalam mengkaji polemik dewas PDAM tersebut. Sebab bermula dari cacat hukumnya pengangkatan anggota dewas, sudah barang tentu segala produk-produk lembaga Perumdam Tirta Tarum yang selama ini ada keikutsertaan dewas, menjadi cacat pula dengan sendirinya atau tidak punya kekuatan legal,” katanya, Kamis (11/8).
Hilman meminta bupati harus mencabut SK pengangkatan dewas, sebab jika tidak berani mengambil langkah tegas, berarti bupati terindikasi secara sengaja dan terencana telah mengingkari aturan yang dibuat dan ditandatanganinya. Perda merupakan produk hukum yang dibahas, dirancang, dikaji dan disahkan secara bersama-sama antara pihak eksekutif dan legislatif. Tentunya setiap produk-produk hukum tersebut mengandung semangat ideal untuk Karawang. Ketika aturan tersebut disahkan, maka tidak ada pilihan lain bagi obyek hukum, selain taat dan patuh. “Sangatlah lucu dan paradoks, jika bupati kampanye mengajak masyarakat untuk taat pajak dan taat hukum lainnya, sementera beliau sendiri memberi contoh yang kurang baik dengan melanggar aturan yang dibuatnya,” paparnya.
LBH Cakra, lanjutnya, khawatir pemda kehilangan wibawa di mata publik atas kekeliruannya mengelola tata administrasi pemerintahan, sebab bupati merupakan pemimpin, dan setiap pemimpin adalah influencer, memberi pengaruh besar terhadap karakter dan mental warga yang dipimpinnya. DPRD tidak boleh pasif dan malah terkesan membisu. “Sebagai lembaga terhormat yang memiliki posisi setara dengan eksekutif (Bupati), maka selayaknya DPRD berperan aktif, jemput bola, tidak hanya menunggu persoalan bertambah besar dulu,” terangnya.
Hilman meneruskan, polemik dewas Perumda Tirta Tarum tidak hanya berkutat pada persoalan pengangkatan dan pemberhentiannya, tidak hanya tentang siapa dan darimana asala anggota dewas tersebut, tetapi menyimpan persoalan besar tentang relasi antar lembaga pemerintahan daerah. “Sekali lagi kami tegaskan. Sebab peraturan daerah itu dibahas, dibuat dan disahkan secara bersama-sama oleh eksekutif dan legislatif. Hasil kerja dan pemikiran bersama. Nah, saat di perjalanan, ternyata bupati tidak menjalankan aturan tersebut, maka secara sederhana bisa disimpulkan bahwa bupati tidak menghargai hasil kerja dan pemikiran lembaga DPRD,” terangnya. (asy)

Related Articles

Back to top button