HEADLINE

Homoseksual Dominasi Penderita HIV AIDS, 2.052 Orang Sudah Terinfeksi

KARAWANG, RAKA – Kasus HIV dan AIDS di Kabupaten Karawang dari tahun 1992 hingga 2022 sebanyak 2.052. Faktor peningkatan pengidap penyakit tersebut karena adanya hubungan seksual yang berisiko antara sesama jenis dan lawan jenis. Grafik paling tinggi berasal dari usia 20 hingga 29 tahun.
“Kasus ini secara komulatif tahun 1992 sampai tahun sekarang ada 2.052. Faktornya melalui hubungan seksual beresiko baik itu laki-laki dengan laki-laki atau laki-laki dengan perempuan,” kata Staf Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Karawang Yana Aryana, Rabu (31/8).
Ia mengatakan, kasus ini dapat dicegah melalui cara menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Permasalahan ini menjadi tanggungjawab secara bersama, bukan hanya dari segi pemerintah. Kasus di Januari sampai Juni 2022 ada sebanyak 157. “Di Kabupaten Karawang itu kita menyebarluaskan informasi kepada seluruh masyarakat. Ini menjadi tanggungjawab bersama dan harus ikut terlibat, kasus baru sepanjang tahun 2022 sampai Juni ada 157,” tambahnya.
Cara pengurangan kasus dengan melalui poligami, ia tidak menyetujui karena masalah terbesar penyebab kasus berasal dari perilaku. Saat ini kasus terbanyak disebabkan oleh adanya homoseksual. Ia berharap agar masyarakat dapat memperbaiki moral. “Kalau permasalahan poligami itu memang personal, dari sisi program saya tidak setuju. Masalah besarnya itu ada di perilaku, trand sekarang melalui homoseksual. Jadi itu bukan sebuah solusi menurut saya,” imbuhnya.
Ia mengungkapkan, dari sebanyak 450 laki-laki yang telah melakukan tes, terdapat 80 orang yang telah positif terpapar HIV dan AIDS. Tes bertujuan untuk memutuskan mata rantai penyebaran kasus. Selain itu berhenti melakukan hubungan seks secara bebas. “Untuk memutusnya itu ya dengan cara tes supaya cepat teratasi. Data penjangkauan dari 450 homoseksual, 80 nya positif terpapar,” paparnya.
Fauzan Tamam, pendamping teman AIDS mengaku telah menjadi pendamping sejak tahun 2018. Sebagai pendamping ia melakukan pendekatan terlebih dahulu sebelum melakukan konselling dan pengobatan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kondisi psikologi pasien. Selain itu agar mencegah adanya perilaku beresiko yang akan dilakukan. “Kalau saya sudah dari 2018 sebagai pendamping, sebelumnya saya sebagai penjangkau. Kita lebih ke mendengarkan dan pendekatan diri dengan mereka,” ungkapnya.
Ia menambahkan, masyarakat yang tidak dapat mengurangi hubungan seks secara bebas maka sebaikanya menggunakan alat. Memperlukan waktu beberapa bulan untuk pendekatan kepada penderita yang baru mengetahui. Hal tersebut dikarenakan menurunnya mental. Ia memaparkan, setiap puskesmas dan penjangkau telah memberitahu kepada penderita jika akan diberikan pendampingan. “Kita karena sudah dekat dengan puskesmas dan teman- teman penjangkau jadi sudah langsung memberikan informasi kepada penderita. Pendekatannya juga harus lebih hati-hati,” pungkasnya. (nad)

Related Articles

Back to top button