KARAWANG

Banyak Istri Minta Cerai

KARAWANG, RAKA – Persoalan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, pihak ketiga menjadi bumbu rumah tangga di Kabupaten Karawang. Akibatnya, perkara perceraian masih mendominasi di Pengadilan Agama Karawang.
Tahun lalu, tercatat sebanyak 4.037 perkara perceraian yang diterima pengadilan agama, terdiri dari 1.127 cerai talak, dan 3.180 cerai gugat. “Yang dikabulkan sebanyak 3.874 perkara, atau sebanyak 3.874 pasangan resmi bercerai,” ujar Panitra Muda Hukum Pengadilan Agama Karawang Iskandar.
Iskandar mengatakan, faktor penyebab perceraian yang terjadi ini beragam, karena faktor perselingkuhan, KDRT, dan sebab-sebab lainnya. Namun umumnya, perceraian ini terjadi lantaran faktor ekonomi, terutama di tengah pandemi seperti saat ini. “Kebanyakan karena faktor ekonomi, apalagi karena pandemi ini banyak yang kehilangan pekerjaan dan sulit mendapat penghasilan,” ucapnya.
Ia juga menyebut, pasangan yang paling banyak bercerai rata-rata pasangan dengan usia muda yang masih di bawah 30 tahun. Cerai gugat juga lebih banyak dibanding cerai talak. “Cerai gugat yaitu perkara cerai yang diajukan oleh istri. Cerai gugat ini lebih banyak daripada cerai talak,” pungkasnya.
Sementara di Purwakarta, selama Januari hingga Desember 2021, tercatat 2.052 perkara gugatan cerai pasangan suami istri yang masuk ke Pengadilan Agama Kabupaten Purwakarta. Sementara permohonan cerai terdapat 744 perkara. Pengadilan Agama Kabupaten Purwakarta mencatat, ada 1.030 perkara cerai pasangan suami istri di rentang usia 21-30 tahun dan 1.034 kasus di rentang usia 31-40 tahun sepanjang 2021. Selain itu, kata Sekretaris Pengadilan Agama Purwakarta Abdul Ghaffar Mubtadi, ada 98 perkara cerai pasutri di usia 20 tahun, 830 perkara pada rentang usia 41-50 tahun, 371 perkara di rentang usia 51-60 tahun, serta 172 perkara cerai pasutri usia 60 tahun ke atas. Adapun jumlah total gugatan cerai dari Januari hingga 17 Desember 2021 tercatat 2.052 perkara, sedangkan permohonan cerai ada 744 perkara. “Data tersebut tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya. Yakni berjumlah 2.019 perkara gugatan cerai dan 892 permohonan cerai,” jelasnya.
Dia mengatakan, ada catatan penting sepanjang 2021, yakni angka perceraian mengalami kenaikan signifikan pada Juni, Juli hingga Agustus 2021. “Seperti diketahui, pada saat itu terjadi lonjakan kasus kematian akibat Covid-19 sehingga diberlakukan PPKM. Tak sedikit warga yang kehilangan pekerjaannya sehingga berdampak pada kehidupan rumah tangganya,” ujarnya.
Hal ini lanjutnya, sejalan dengan faktor penyebab perceraian. Di antaranya adalah faktor ekonomi yang disebabkan pemutusan hubungan kerja, ditutupnya tempat usaha, hingga pengurangan gaji. “Faktor ekonomi dan adanya perselisihan menjadi penyebab utama terjadinya perceraian. Selain itu ada pula meninggalkan tanpa kabar, orang ketiga, sering berjudi dan mabuk, serta tidak dinafkahi,” ucapnya.
Catatan penting lainnya, kata Abdul Ghaffar, adalah statistik keberhasilan mendamaikan pasutri yang hendak bercerai oleh hakim. “Seorang hakim wajib mendamaikan terlebih dulu sebelum melangkah ke tahapan berikutnya. Hakim wajib memediasi kedua pihak,” kata Abdul Ghaffar. (nce/gan)

Related Articles

Back to top button