1.361 Anak Purwakarta Stunting
PURWAKARTA, RAKA – Sebanyak 1.361 atau 20,06 persen balita di Kabupaten Purwakarta mengalami stunting.
Kepala Bidang Pembangunan dan Ketahanan Keluarga Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Purwakarta Yani Swakotama mengatakan, jumlah anak balita yang mengalami stunting saat ini mencapai 1.361 anak dari total 70.000 lebih anak balita. Angka itu berdasarkan status gizi Indonesia (SGI) tahun 2021.
“Prevalensi stunting di Kabupaten Purwakarta telah menunjukkan penurunan yang signifikan, yaitu dari 23,42 persen di tahun 2019 menjadi 20,06 persen tahun 2021,” ungkap pria yang akrab disapa Yani itu, Senin (14/11).
Hingga kini, lanjut dia, stunting masih menjadi prioritas permasalahan yang perlu ditangani dimana pemerintah menargetkan prevalensi penurunan stunting sebesar 14 persen di tahun 2024.
“Tetapi tetap upaya kami mencapai zero stunting. Jika dilihat dari prevalensi stunting berdasarkan hasil bulan penimbangan balita (BPB) tahun 2021 sebesar 5,8 persen dan menurun pada tahun 2022 sebesar 3 persen,” bebernya.
Angka tersebut dijelaskannya, menunjukkan bahwa upaya-upaya penurunan stunting di Kabupaten Purwakarta membuahkan hasil yang optimal dengan penurunan di angka 1,8 persen.
Yani menambahkan, dalam rangka mempercepat penangan stunting, pihaknya telah mengerahkan 2.304 Tim Pendamping Keluarga sebagai upaya pencegahan dini penanggulangan stunting.
“Pendamping keluarga ini akan memberi sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mulai dari edukasi prakonsepsi untuk calon pengantin. Saat ini memang kita berfokus pada remaja dan 1.000 hari pertama kehidupan,” imbuhnya.
Dia mengatakan, penurunan stunting penting dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak panjang yang merugikan seperti terhambatnya tumbuh kembang anak. “Karena stunting juga mempengaruhi perkembangan otak sehingga tingkat kecerdasan anak tidak maksimal,” sebutnya.
Hal tersebut beresiko menurunkan produktivitas pada saat dewasa nanti. Stunting juga menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit. Anak stunting beresiko lebih tinggi menderita penyakit kronis saat masa dewasa.
Karena itu menurutnya, penurunan stunting memerlukan intervensi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik untuk mengatasi penyeban langsung dan intervensi gizi sensitive untuk mengatasi penyebab tidak langsung. Selain itu diperlukan prasyarat pendukung yang mencakup komitmen politik dan kebijakan untuk pelaksanaan, keterlibatan pemerintah dan lintas sektor dan diperlukan pendekatan yang menyeluruh, mulai dari tingkat kabupaten sampai ke desa.
Stunting merupakan kondisi tinggi badan anak lebih pendek dari standar usianya akibat kekurangan gizi jangka panjang. Pemkab Purwakarta telah membentuk Tim Audit Kasus Stunting (AKS) untuk mengakselerasi penanganan masalah tersebut. (gan)