Adu Kuat Sawah dan Pabrik

KARAWANG, RAKA – Karawang dulu dikenal dengan julukan lumbung padi nasional. Mayoritas penduduknya pun bermata pencaharian sebagai petani, baik itu pemilik lahan maupun buruh. Di era kejayaannya sekitar tahun 1984, padi yang dihasilkan para petani Karawang mencapai 25,8 juta ton. Produksi tersebut tidak hanya disalurakan untuk kebutuhan domestik, namun menjadi salah satu andalan komoditi ekspor Indonesia ke sejumlah negara di Asia. Tercatat warga Malaysia, Singapura bahkan Pakistan menikmati nasi dari Kota Pangkal Perjuangan. Suatu hal yang belum bisa lagi dilakukan Indonesia di era sekarang.
Kini, lahan-lahan pertanian banyak beralih fungsi menjadi kawasan industri. Itu terjadi sejak akhir tahun 1980-an, pembebasan tanah untuk pembangunan kawasan industri terus dimulai. Awal-awal dipelopori oleh Karawang International Industrial City (KIIC), kemudian dibagun pula perumahan pertama di desa yang dikenal dengan perumahan nasional (perumnas) Bumi Telukjambe. Dengan banyaknya proyek pembangunan, sawah-sawah di Karawang tergusur. Data Dinas Pertanian Kabupaten Karawang mencatat, laju alih fungsi lahan dalam kurun waktu 1989-2007 mencapai 135,6 ribu hektare per tahun. Pada 1981 terdapat 12,1 juta hektare sawah di Karawang. Angkanya surut drastis pada tahun 2000, dengan tersisa 2,4 juta hektare. Dan kini tahun 2022, tinggal 97 ribu hektare sawah. Luas lahan yang diprediksi berkurang 10 ribu hektare lagi karena yang dilindungi dalam Peraturan Daerah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) hanya 87 ribu hektare.
Akibat makin sempitnya persawahan, warga beralih profesi dari petani menjadi buruh pabrik, pedagang kecil dan kuli. Hanya sebagain kecil yang tetap bertahan sebagai petani. Kesenjangan pun terlihat amat jelas antara penduduk kampung dan perumahan. Sejak dibukanya kawasan industri pada 1990-an, Karawang telah mengalami perubahan sosial yang dinamis. Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang, ada 1.762 pabrik berdiri. Rinciannya
787 pabrik swasta, 269 pabrik penanaman modal dalam negeri, 638 pabrik penanaman modal asing, dan 58 pabrik joint venture.
Ribuan pabrik itu tersebar di sejumlah kawasan industri. Antara lain, Kawasan Indotaisei di Kecamatan Cikampek, Karawang International Industrial City di Telukjambe Barat, Kawasan Industri Mitra Karawang di Ciampel, Kawasan Industri Surya Cipta di Ciampel, Timor Putra Nasional di Cikampek, dan Kawasan Industri Kujang Cikampek di Cikampek. Sedangkan zona industri Karawang yang dicantumkan dalam penataan ruang, dititikberatkan pada sejumlah kecamatan meliputi Kecamatan Telukjambe Timur, Cikampek, Klari, Purwasari, Pangkalan dan Rengasdengklok.
Gencarnya pembangunan industri yang diiringi dengan munculnya perumahan di berbagai kecamatan, membuat lahan pertanian semakin tergerus. Itu pun sejalan seiring dengan beralihnya minat masyarakat Karawang, yang awalnya berada di lingkungan keluarga agraris menjadi industri. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang mencatat jumlah petani di Karawang sebanyak 157.628 orang. Laki-laki 136.531 orang, perempuan 21.097 orang. Rata-rata usia mereka lebih dari 40 tahun. Sedangkan jumlah buruh pabrik sebanyak 329.321 orang. Rinciannya, laki-laki 244.138 orang, perempuan 85.183 orang.
Petani Kelompok Tani Sri Gebang Jaya Cilamaya D Suparta menyebut, alih fungsi diharapkan sudah tidak ada lagi di lahan-lahan produktif, bukan saja untuk mal, perumahan dan juga industri, tetapi juga hal lain seperti kandang ayam, pembangunan sarana umum dan lainnya di sawah-sawah kampung.
Menurutnya, alih fungsi terjadi karena petani ini jenuh, mengingat modal bertani semakin besar untuk beli pupuk dan pestisida, ditambah hasil yang belum bisa mengembalikan modal yang besar tersebut. ”Yang penting bagi petani mah, air cukup, pupuk cukup, infrastruktur memadai dan juga hasil harga stabil,” ungkapnya.
Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana mengatakan, LP2B dibuat untuk membentengi lahan pertanian di Karawang, termasuk Cilamaya Wetan adalah khusus lahan hijau yang tidak ada toleransi untuk dikembangkan alih fungsi. “LP2B dibuat sebagai wujud kita untuk mempertahankan pertanian, insya Allah hanya sekitar 9 sampai 10 ribu hektaran saja yang akan digunakan sampai 30 tahun kedepan,” ujarnya.
Selain industri, yang menjadi kekhawatiran di Karawang adalah maraknya pembangunan perumahan. Aktivis pertanian di Karawang, Odang menuturkan, alih fungsi lahan pertanian saat ini dinilai sudah memprihatinkan. Banyak lahan pesawahan sudah beralih fungsi menjadi perumahan.
Saat ini persoalan pertanian diantaranya masalah kepemilikan tanah dan juga alih fungsi lahan. Karawang yang merupakan daerah agraris, kini menjadi sudah bergeser menjadi daerah industri. “Persoalan alih fungsi lahan sebetulnya itu hanya persoalan luar saja dari persoalan pertanian, lebih dari itu yang lebih mendasar adalah persoalan kepemilikan lahan. Saat ini, banyak petani yang belum mendapatkan hak-haknya,” paparnya.
Menurutnya, maraknya perumahan di Karawang ini, merupakan konsekuensi dari industrialisasi. “Pertanian di Karawang harus tetap diperhatikan agar lumbung padi tidak hilang,” pintanya. (psn)