Uncategorized

Ahli Gizi Puskesmas Lebih Kompleks

LAYANI WARGA: Ahli gizi Puskesmas Wanakerta sosialisasikan gizi kepada warga.

TELUKJAMBE BARAT, RAKA – Pekerjaan seorang ahli gizi atau kita juga sering mendengarnya dengan sebutan nutritionist, secara umum erat kaitannya dengan asupan nutrisi seseorang melalui apa yang dikonsumsinya.

Ahli gizi biasa ditemui di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit. Namun ternyata ahli gizi juga bisa mita temukan di dunia industri, terutama industri makanan. “Ada juga di catering yang bekerja sama dengan rumah sakit menjadi pemasok makanan, tapi semua itu beda-beda tupoksinya sesuai dengan tempat di mana saya kerja,” terang Dhieta Agbia Safarini, ahli gizi di Puskesmas Wanakerta, Selasa (18/2).

Dhieta menceritakan baru 1 tahun ini ia bekerja di puskesmas, selama 4 tahun sebelumnya ia bekerja sebagai ahli gizi di rumah sakit. Dari pengalamannya, ia merasa tugas ahli gizi di puskesmas lebih berat dan lebih kompleks ketimbang di rumah sakit. “Kalau di rumah sakit kan kita hanya fokus pada pasien, lebih kepada pengobatan, itupun ada beberapa ahli gizi lainnya,” ucapnya.

Sementara itu tugas ahli gizi di puskesmas lebih cenderung pada tindakan preventif. Yang mereka hadapi bukan hanya orang sakit melainkan juga orang sehat di lingkungan masyarakat. Ahli gizi ini ambil bagian dalam program pemerintah untuk mencegah stunting dan gizi buruk melalui edukasi ataupun konseling gizi kepada masyarakat, baik itu yang dilakukan di klinik gizi puskesmas maupun di posyandu.

Selain itu mereka juga melakukan validasi data dari posyandu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gizi, dapat dikatakan mereka memantau tumbuh kembang anak. Dari data tersebutlah, jika ditemukan masalah gizi di masyarakat, ahli gizi ini memiliki wewenang untuk mentukan apa yang mesti dilakukan untuk menangani hal tersebut. Selanjutnya tentu ahli gizi masuk ke ranah pengobatan misalnya dengan pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita gizi buruk. “Jadi peran kami di sini menentukan siapa yang mesti diberi PMT mana yang tidak,” ucapnya.

Lebih dari itu, yang dihadapi oleh ahli gizi bukan hanya balita melainkan juga remaja dan ibu hamil. Pekerjaan mereka yang berkaitan dengan status gizi seseorang membuat mereka mesti penuh perhitungan dalam menentukan asupan gizi yang diberikan. “Tanggung jawab di puskesmas lumayan berat karena banyak programnya, entah itu dari pencatatannya, penyediaan vitamin, kalau disini dari ibu hamil, balita dan remaja putri harus saya pantau, apalagi di puskesmas saya sendiri (sebagai ahli gizi),” tuturnya.

Meski demikian ia tetap menikmati pekerjaannya, bahkan menjadi wahana untuk melatih diri mengatur waktu dengan baiik. Menjadi ahli gizi di puskesmas ia merasa tertantang untuk memberi wawasan dan mendoktrin kepada masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan gizi, termasuk meluruskan mitos-mitos kesehatan yang salah. “Kita harus bisa memilih mana makanan yang bernutrisi dan tidak, sekarang kan banyak banget makanan yang jahat di luaran sana, kita harus bisa mengontrol diri, sebab dampaknya itu jangka panjang walaupun kita tidak merasakannya saat itu juga,” pesannya. (cr5)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button