
Delapan Bulan, 192 Orang Tewas
KARAWANG, RAKA – Banyak yang mengira jika penyakit jantung, kanker, HIV/AIDS adalah penyebab kematian paling sering dialami warga Kabupaten Karawang. Ternyata, kematian karena transportasi justru menjadi momok yang menakutkan.

Menurut data yang berhasil dihimpun Radar Karawang sejak tahun 2016 hingga bulan Agustus 2019, ternyata jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Karawang sangat mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2016, terjadi 553 kasus kecelakaan. Pelajar 102 orang, masyarakat 204 orang. Sedangkan korban meninggal 65 orang, 287 luka berat, dan 454 luka ringan. Tahun 2017, jumlah korban meninggal lebih banyak dibanding tahun 2016, yaitu 290 orang. Padahal, kasus kecelakaannya menurun yaitu 533 kasus. Tahun 2018, jumlah kecelakaan 558 kasus, 236 orang meninggal, 89 luka berat, dan 579 luka ringan. Tahun ini, dari Januari hingga Agustus, sudah terjadi 512 kecelakaan, 192 meninggal, 25 luka berat, 506 luka ringan. Sedangkan pelajar yang menjadi korban kecelakaan yaitu 77 kasus, 20 meninggal, empat luka berat, 63 luka ringan. Peristiwa kecelakaan tahun ini paling banyak terjadi pada bulan Juli. Yaitu 97 kasus, 22 orang tewas, satu luka berat, 91 luka ringan. Kerugian material Rp318 juta.
Tingginya angka kasus kecelakaan di Kota Pangkal Perjuangan, terutama di kalangan pelajar, seharusnya menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Karawang dan kepolisian. Karena saat ini banyak pelajar yang mengendarai motor ke sekolah. Lokasi parkirnya pun rata-rata hanya sepelemparan batu dari sekolah. Beragam alasan pun membuat larangan itu menjadi abu-abu. Ketiadaan akses angkutan masal ke pelosok Karawang misalnya, membuat sekolah dilema. Jika dilarang mengendarai motor, maka dipastikan siswa tersebut tidak akan bisa sekolah atau kesiangan. Begitu pun dengan kepolisian. Meski sudah bertindak tegas jika kedapatan pelajar mengendarai motor. Tetap saja, ada celah dimana anak di bawah umur itu bisa lolos.

Liyadin (17) siswa SMKN 1 Karawang asal Tanjungpura mengaku masih bingung, kalau ada aturan tidak boleh membawa kendaraan ke sekolah. “Yang jelas kalau dilarang bawa motor, ada yang terkendala, karena banyak pelajar yang rumahnya tidak terjangkau angkutan umum,” jelasnya Kepada Radar Karawang.
Ia melanjutkan, tarif kendaraan umum untuk siswa masih dibilang mahal. Dia mengaku setiap berangkat ke sekolah harus menyiapkan uang Rp6.000 untuk pulang pergi naik angkot. “Kalau untuk pengeluaran ongkos angkutan umum sama uang bensin, masih mending pakai motor,” katanya.
Kepala SMKN 1 Karawang Agus Rukmawan mengharapkan kepada siswa agar tidak memakai kendaraan sendiri demi keselamatan. Meski begitu, himbauan Agus agar wali murid tidak mengizinkan anaknya membawa motor ke sekolah masih debatebel. Karena jika siswa tidak boleh menggunakan motor, pasti butuh waktu lama untuk sampai ke sekolah. Sedangkan masih banyak siswa yang tempat tinggalnya belum tertembus kendaraan umum. “Hampir 2/3 yang bawa motor dari jumlah siswa 2700 orang, dan seharusnya pemda menyediakan bus sekolah secara merata,” katanya.
Agus menegaskan, perlunya koordinasi serius antara instansi pemerintahan, terkait siswa di bawah umur yang masih menggunakan sepeda motor. Secara aturan pengendara harus memiliki SIM, namun ada juga siswa tidak membawa motor ke sekolah, tapi dititipkan di tempat lain. “Perlu kerjasama dari pemda agar aturan pelarangan membawa kendaraan pribadi berjalan efektif,” ujarnya.
Iptu Sabar Santoso, Kanit Laka Polres Karawang mengatakan, pihaknya sudah sering melakukan penyuluhan dan sosialisasi ke sekolah-sekolah, agar pelajar tidak diperbolehkan untuk membawa motor. Namun pelarangan tersebut perlu juga dibantu oleh pihak sekolah, bahkan dari para orang tua siswa. “Perlu kesadaran dari orang tua juga, karena secara aturan pelajar belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM),” ujarnya. (psn)