Anak-anak Terserang Gangguan Jiwa
KARAWANG, RAKA – Penyakit gangguan jiwa saat ini tidak hanya menyerang orang dewasa tapi juga anak-anak di bawah umur. Salah seorang anak berusia 5 tahun di Cilamaya mengalami gangguan jiwa.
Pengelola Program Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan (Dinkes), Samiati Wahyuni mengatakan ada sebanyak 2.097 Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang ditangani di 50 puskesmas. Rentan usia penderita mulai dari 15 hingga 30 tahun ke atas. Ia menyebutkan untuk pemberian obat dilakukan setiap 2 minggu. “Kalau putus obat, penderita akan kambuh lagi jadi penderita wajib kontrol dan mengkonsumsi obat. Pemberian obatnya setiap 2 Minggu, dan ada kunjungan ke rumah dari petugas. Data di saya ada sekitar 2097 di 50 puskesmas tersebar di 30 kecamatan, terakhir pendataan di Bulan Maret 2024. Mereka ada keluarganya, rentan usia 15 sampai 30 tahun ke atas. Saya meminta datanya melalui teman-teman puskesmas, mereka dapat datanya dari bidan desa. Jadi penjaringan ODGJ dari bidan desa, kalau ODGJ di puskesmas itu terlayani tidak seperti ODGJ yang ada di jalanan,” ujarnya, Senin (19/8).
Sebelum melakukan pelayanan, Dinkes akan melakukan pendataan terlebih dahulu. Ia menjelaskan data diperoleh dari laporan masyarakat serta dari satpol PP. Bagi penderita ODGJ berat diwajibkan untuk mengkonsumsi obat setiap hari dan melakukan kontrol secara rutin. Obat yang diberikan ada sebanyak 3 jenis. “Sementara ini kita juga memberikan pelayanan kepada ODGJ di jalanan. Kami mendapatkan laporan dari satpol PP dan masyarakat. Kalau ODGJ yang sudah ditangani puskesmas, biasanya mereka yang datang ke puskesmas untuk kontrol dan meminta obat. Termasuk ODGJ berat itu seperti psikotik akut, kalau depresi dikasih pengobatan tetapi tidak lama. Kalau yang sudah berat itu pengobatannya terus berlangsung sampai dinyatakan bisa produktif lagi di masyarakat. Kita tidak ada data ODGJ yang sudah sembuh karena setiap puskesmas tidak melaporkan ke kami. Standarnya 5 macam obat yang diberikan tetapi kami hanya ada 3 jenis obat. Pasti seperti di Adiarsa mau diadakan perekaman KTP, TKSK merasa kesulitan akhirnya menelpon kami. Kami mengarahkan untuk koordinasi dengan puskesmas untuk pemberian obat. Kami hanya koordinasi dan menjembatani petugas puskesmas, penanganan langsung diberikan oleh petugas puskesmas. Program ini baru dipindahkan ke bidang Kesehatan Masyarakat,” jelasnya.
Ia melanjutkan, di Kabupaten Karawang terdapat penderita ODGJ mulai dari usia 5 tahun di Desa Sukakerta, adapula penderita usia 17 tahun. Faktor penyebab gangguan kesehatan jiwa berasal dari lingkungan, konsumsi narkotika, pola asuh, adanya tekanan dalam keluarga serta sekolah. “Pencetus gangguan jiwa seperti tekanan dari sekolah dan keluarga, pola asuh jadi mereka merasa cemas dan khawatir. Kalau gen atau penyakit tidak ada, faktor psikis dan pengaruh narkoba. Ada yang tetapi tidak banyak, yang baru melaporkan kemarin itu Puskesmas Anggadita tetapi sudah dibawa ke BNN untuk diberikan perawatan. Data di kami yang termuda usia 5 tahun ada 1 orang di Puskesmas Sukatani, Desa Sukakerta, untuk usia 17 tahun ada 2 orang, tertua usia 70 tahun. Semua sudah dalam binaan puskesmas. Selama ini belum ada laporan masalah yang dibuat dari pasien yang lama,” lanjutnya.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Nurmala Hasanah mengungkapkan telah melakukan screening kesehatan jiwa ke sejumlah sekolah. Meski begitu untuk hasil tersebut belum optimal hingga sekarang. Hal ini disebabkan oleh pihak sekolah yang masih belum mengetahui cara penanganan kepada siswa yang mengalami kesehatan jiwa. “Insya Allah sudah banyak yang dilakukan juga untuk kesehatan jiwa ini, kita juga terus melakukan evaluasi. Kesehatan jiwa bukan hanya untuk ODGJ saja tetapi juga untuk gangguan kecemasan, psikotik akut, depresi. Kami juga berkolaborasi dengan OPD terkait dan masyarakat, kami mempunyai Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat. Kami pun sudah rapat koordinasi dengan OPD terkait. Kita screening juga ke sekolah tetapi belum optimal sekolah menggerakkan, mereka belum begitu paham untuk upaya yang dilakukan. Setelah kita evaluasi belum mencapai target, sekolah harus paham ini bukan kebutuhan dari kami tetapi kebutuhan untuk siswa sendiri. Screening sudah mulai dilakukan sejak tahun 2023. Akan ada screening jiwa dan anemia, karena kita khawatir kasus bullying tinggi dan menimbulkan gangguan kesehatan jiwa. Screening sekarang masih sederhana dengan menggunakan formulir,” ungkapnya.
Kemudian untuk rencana selanjutnya, Dinkes mempunyai rencana pembelian 1 unit mobil ambulance khusus bagi pasien ODGJ. Hal ini bertujuan untuk menjaga keselamatan tenaga kesehatan dan pasien ODGJ ketika sedang melakukan rujukan. “Rencana kita juga ingin membeli ambulance khusus ODGJ, karena kalau menggunakan ambulance yang normal takut membahayakan bagi tenaga kesehatan dan pasien juga. Walaupun baru direncanakan pembelian 1 ambulance khusus ODGJ,” tutupnya. (nad)