KARAWANG, RAKA – Kepala desa mengeluhkan kecilnya biaya administrasi pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Rp 150 ribu dinilai tidak cukup untuk mengurus pengurusan tanah. Sementara jika dinaikan, aparat desa bisa terjerat hukum karena dinilai pungutan liar (Pungli).
Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Karawang sambangi Bupati Karawang meminta agar merevisi peraturan bupati (Perbup) tentang PTSL. “Ini kita musyawarah masalah PTSL, karena PTSL ini jadi rancu, rancunya di masyarakat,” ujar ketua Apdesi Kabupaten Karawang Sukarya WK, kepada Radar Karawang, Jumat(22/2), kemarin.
Jika perbup direvisi, lanjutnya, kepala desa akan membuat perdes terkait biaya PTSL. “Karena anggaran Rp150 ribu itu tidak cukup supaya itu nanti ada peraturannya ada perdesnya. Saat ini baru pengajuan kita,” katanya.
Sukarya khawatir, karena biaya kurang, kemudian ada kepala desa yang meminta biaya lebih kepada warga bisa tersangkut persoalan hukum. Oleh karenanya, dia meminta agar bupati merevisi perbupnya. “Karena itu dianggap kurang anggaran Rp150 ribu itu. Contoh yang mengukur yang melihat batas itu kan lebih dari segitu biayanya, tapi jangan sampai berbenturan dengan hukum maka harus ada payung hukum yang jelas, ada perdesnya,” katanya.
Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Karawang Samsuri menuturkan, pihaknya akan mencari jalan keluar agar aspirasi kepala desa bisa terakomodir. Kepala desa menilai biaya Rp 150 ribu tidak cukup dan mereka meminta agar penambahan biaya tidak dianggap pungli. “Sehingga mereka kebijakan-kebijakan sendirilah, mengambil musyawarah sehingga mengambil dana lebih dari Rp150 ribu. Lebih dari Rp150 ribu itu kan ketentuannya macam-macam, ada yang surat keterangan apa-apa kira-kira gitu. Berkaitan dengan hal lainya ini dipermasalahkan dengan aparat penegak hukum, sehingga mereka meminta pendapat bagaimaana secara kegiatan-kegiatan ini bisa legal, bukan jadi pungutan liar,” katanya.
Menurut Samsuri, perbup tentang PTSL mengutip dari SK tiga menteri. Dalam SK tersebut biaya yang boleh diambil dari pengurusan PTSL ini hanya Rp 150 ribu. “Harusnya beban APBD, tapikan beban APBD terlalu besar ya. Sehingga itu dibebankan kepada masyarakat,” katanya.
Praktik di lapangan, lanjutnya, ada kepala desa yang membebani biaya PTSL lebih dari Rp 150 ribu, berdasarkan hasil musyawarah dengan pemohon. “Disepakati mereka laksanakan, tapi di lapangan ada mungkin orang tertntu yang tidak puas dengan kebijakan itu melaporkan ke pihak aparat penegak hukum,” tuturnya.
Samsuri menambahkan, pemkab akan berpikir rasional. Dia meminta kepala desa membuat rincian kebutuhan PTSL ini. “Untuk opersionalnya untuk jadi legal. Agar tidak lagi membuat ilegal, perdes ya harus dibuatkan tapi harus ada cantolan hukumnya dulu di perbup. Jadi di perbupnya sangat keras, kepala desa dilarang mengambil,” tegasnya. (apk)