
radarkarawang.id – Gelanggang Olahraga Panatayudha Karawang bergemuruh selama tiga hari, 7–9 November 2025. Ratusan pesilat dari berbagai penjuru tanah air berkumpul, memacu adrenalin, dan mempertaruhkan kemampuan terbaik dalam Kejuaraan Nasional Pencak Silat Piala Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Ajang bergengsi ini mempertandingkan beragam kategori usia dan kelas, mulai dari Usia Dini, Pra-Remaja, Remaja, hingga Mahasiswa/Dewasa, serta klasifikasi pertandingan Tanding dan Seni Solo Kreatif.
Kehadiran kategori usia dini menjadi sorotan utama, memperlihatkan komitmen kuat dalam menciptakan regenerasi pesilat sejak usia belia.
Di antara deretan atlet muda yang mencuri perhatian, nama Rafa Al Fares A Taepo muncul sebagai salah satu peserta potensial di kategori Usia Dini. Meski baru menekuni pencak silat dalam hitungan bulan, langkahnya berlaga di panggung kejuaraan nasional menunjukkan mental kompetitor sejati.
Rafa tak mampu menyembunyikan antusiasmenya ketika ditanya soal pengalaman di ajang besar pertamanya ini.
“Seneng, seru, terus bisa nambah banyak pengalaman juga,” ujarnya sambil tersenyum sumringah.
Di balik keberanian Rafa yang tampil di arena, ada sosok pendamping utama yang setia di tribun penonton: sang ibu. Ditemui usai pertandingan, ia menegaskan bahwa dukungan orang tua bukan sekadar dorongan, melainkan fondasi utama perjalanan seorang atlet.
“Sebisa mungkin kami berikan semua yang dibutuhkan, supaya semangatnya tetap terjaga,” ungkapnya.
Menurutnya, kesuksesan seorang atlet muda bukan hanya soal fisik, tetapi juga kekuatan mental.
“Yang terpenting itu justru mental. Kalau mental sudah kuat, insyaallah fisik ikut kuat. Menang kalah tetap harus legowo,” tuturnya penuh keyakinan.
Rafa juga mengaku atmosfer dukungan di sekelilingnya menjadi energi besar saat bertanding.
“Senang, soalnya bisa ketemu teman baru. Terus banyak dukungan dari orang tua, guru, sahabat, juga pelatih,” katanya.
Ditanya tentang target ke depan, ia menjawab dengan nada mantap dan penuh harap.
“Semoga bisa lebih baik lagi buat sekolah dan perguruan silat Tapak Suci Karawang di event berikutnya.”
Sang ibu menambahkan, keluarga sempat menghadapi tantangan, khususnya dalam pengaturan waktu latihan dan menjaga kondisi tubuh anak. Dengan jadwal yang dinamis, mereka harus ekstra teliti memastikan kesehatan fisik dan mental Rafa tetap stabil.
“Tantangan pasti ada, apalagi soal waktu dan stamina. Tapi harapannya tetap sama, ingin anak bisa lebih baik lagi di event selanjutnya,” ujarnya optimistis.
Rafa sendiri diketahui mengikuti pencak silat sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler sekolah, dengan jadwal latihan dua kali seminggu, setiap Sabtu dan Minggu selama dua jam. Meski terbilang singkat, proses latihannya berjalan disiplin dan terukur, dibimbing langsung oleh pelatih Tapak Suci Karawang yang juga merekomendasikan dirinya mengikuti kejuaraan ini.
Lebih dari sekadar ajang kompetisi, Kejuaraan Piala Kementerian Kebudayaan ini menjadi panggung pembuktian, ruang pembelajaran, sekaligus kawah candradimuka bagi pesilat muda untuk mengukur hasil kerja keras mereka.
Di tengah riuh sorak penonton dan denting pencak di arena, kehadiran atlet seperti Rafa menjadi harapan baru bahwa masa depan pencak silat Indonesia akan terus tumbuh melalui tangan generasi muda yang berani melangkah sejak dini. (uty)


