Audit Perda RTRW Purwakarta
Juru Bicara LSPP Solehuddin mempersoalkan Perda RTRW Purwakarta.
Dewan Diminta Gunakan Hak Interpelasi
PURWAKARTA, RAKA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Purwakarta diminta memakai hak interpelasinya untuk mengaudit implementasi Peraturan Daerah Nomor 11/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW) Kabupaten Purwakarta. “Ini merupakan hal yang tidak bisa ditawar lagi. DPRD dalam kapasitasnya sebagai legislator sekaligus punya beban pengawasan harus serius. Dan keseriusan tersebut ditunjukkan dengan menggunakan hak-hak politiknya,” ujar Juru Bicara Lingkar Studi Pembangunan Purwakarta (LSPP) Solehuddin, Kamis (14/10).
Minimal kata Solehuddin, DPRD menggunakan hak interpelasi. “DPRD jangan berkilah. Hak politik ini menjadi perlu karena ada dua sandaran persoalan krusial yang perlu disikapi,” katanya. Kata dia, ada 125 program RTRW tahap II (2017-2021) yang berakhir dan bersinggungan di tahun 2021. “Sebagai produk hukum, perda bersifat mengikat dan memaksa. Maka pertanyaannya adalah, bagaimana tanggung jawab bupati sebagai pelaksana RTRW terhadap urusan ini?” tanyannya.
Dikatakannya, ada dua sudut pandang kritis yang perlu disoal pada konteks tersebut, yaitu komitmen perencanaan pembangunan dan komitmen anggaran. Program yang muncul di RTRW pada akhirnya harus direalisasikan sebagai bentuk komitmen pembangunan kepada publik Purwakarta. Jika tidak terlaksana, maka publik boleh curiga bahwa agenda pembangunan tidak berjalan sesuai rencana. “Lalu, boleh lah juga bila publik tiba pada pertanyaan mendasar, pembangunan Purwakarta hari ini agenda versi siapa?” tanyanya lagi.
Menurutnya, program yang dituangkan dalam Perda RTRW berkaitan erat dengan alokasi anggaran publik. Jika tidak terlaksana, bupati perlu mengklarifikasi sebagai wujud pertanggungjawaban publik. “Kemana anggaran-nya? Dialokasikan untuk apa?” ujarnya lagi. Solehuddin menambahkan, munculnya Peraturan Bupati Nomor 42 Tahun 2019 tentang Penataan Kawasan Bungursari
Istimewa tertanggal Januari 2019, secara kontruksi aturan merujuk pada Rencana Rinci Tata Ruang yang diatur ketentuannya dalam Perda 11/2012 tentang RTRW Kabupaten Purwakarta.
Sementara, lanjutnya, termaktub jelas pada pasal 92 ayat (4) bahwa “Rencana Rinci Tata Ruang dan ketentuan zonasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah”. Atas dasar itu, maka Perbup ini jelas terindikasi pelanggaran. Pada saat yang sama, mengindikasikan penyalahgunaan kewenangan (abusement of power) bupati dalam pengambilan kebijakan publik.
“Ini tidak selesai pada urusan konstruksi hukum saja, masih ada hal lain yang perlu dipertanyakan. Di antaranya, berapa banyak perizinan yang sudah turun di kawasan tersebut? Bagaimana kesesuaiannya dengan ketentuan Perda RTRW?” ucapnya.
Kemudian, berapa banyak nilai investasi berdasarkan izin-izin yang telah turun di kawasan tersebut sejak perbup turunan dari Perda RTRW ditetapkan. Bagaimana pula kontribusinya terhadap PAD Purwakarta. “Hingga saat ini kami juga masih terus berupaya melakukan audiensi dengan Ketua DPRD Ahmad Sanusi,” ujarnya. (gan)