Purwakarta
Trending

Bangunan Warga Tegalmunjul Dibongkar Tanpa Kompensasi

Berdiri di Atas Lahan PJT II

PURWAKARTA, RAKA – Ratusan bangunan liar yang berdiri di bantaran irigasi Suplesi Kamojing trpatnya di wilayah Kelurahan Tegalmunjul, Kecamatan Purwakarta, mulai dibongkar. Bangunan tersebut berdiri di atas tanah negara yang dikelola oleh Perum Jasa Tirta (PJT) II.

Meski menuai pro kontra dari sejumlah pemilik bangunan, pihak PJT II menegaskan bahwa tidak akan ada uang kompensasi yang diberikan kepada pemilik bangunan yang bangunannya digusur.

Baca Juga : Bersih-bersih Bangunan di Bantaran Irigasi

“Dari PJT II tidak ada untuk kompensasi, jadi memang tidak ada,” kata Sugeng Riyanto Manager Operasi dan Pemeliharaan Unit Wilayah II PJT II, di sela-sela pembongkaran, Rabu (11/6).

Sugeng menjelaskan, sebagian warga memang pernah membayar sejumlah biaya kepada PJT II. Namun, pembayaran tersebut bukanlah bentuk retribusi atau sewa lahan, melainkan bagian dari mekanisme Surat Perjanjian Pengamanan Lahan (SPPL) sebuah upaya pengamanan penggunaan lahan yang tidak memberikan hak kepemilikan.

“Besaran SPPL ditentukan berdasarkan SK Direksi, disesuaikan dengan luas dan peruntukan lahan. Misalnya, untuk lahan pertanian seluas 100 meter persegi, biayanya sekitar 50 ribu. Sementara untuk bangunan bisa mencapai 500 ribu,” jelasnya.

Dalam proses penertiban ini, PJT II mencatat ada sekitar 417 bangunan yang berdiri di sepanjang sepadan irigasi, baik di sisi kanan maupun kiri saluran. Penertiban mencakup saluran sepanjang kurang lebih 4 kilometer, dari titik BSG 16 hingga BSK 7.

“Ada bangunan yang bersifat permanen, bahkan beberapa di antaranya memiliki sertifikat. Namun tetap, lahan tersebut merupakan milik negara. Kami telah berkoordinasi dengan instansi terkait, termasuk BPN Purwakarta, untuk menangani hal ini,” ujar Sugeng.

Tonton Juga : CHRISTINE HAKIM, LEGENDA YANG MENDUNIA

Tak hanya bangunan tempat tinggal, sejumlah tempat ibadah juga turut terdampak penertiban. Meski demikian, pengurus masjid menerima keputusan ini dengan baik dan berkomitmen melakukan pembongkaran secara mandiri dan bertahap.

“Sudah kami komunikasikan dengan pengurus masjid. Mereka memahami posisi lahan dan menyatakan kesediaan untuk membongkar bangunan secara bertahap,” katanya.

Pihak PJT II tidak memungkiri bahwa penertiban ini menuai pro dan kontra di lapangan. Namun hingga saat ini, situasi tetap kondusif dan proses penertiban berjalan lancar.

Kekecewaan diungkapkan oleh salah satu warga terdampak, seperti Ibu Enok. Ia mengaku kecewa atas proses penertiban yang dinilai mendadak dan tanpa kejelasan mengenai kompensasi.

“Harusnya jangan mendadak. Saya pindah, uangnya mana? penggantinya mana? Saya tinggal di sini sudah 13 tahun, tiap tahun bayar 500 ribu ke kantor pengairan. Ada bukunya juga,” kata Ibu Enok di lokasi.

Ia menambahkan bahwa dirinya tinggal bersama tiga anggota keluarga, termasuk anak yang masih bersekolah.

Ibu Enok juga menyayangkan tidak hadirnya pejabat terkait saat dirinya mengadu ke DPRD Purwakarta pada Selasa (10/6) kemarin.

“Harusnya datang dan putuskan langsung. Saya bukan kambing, Pak. Harusnya ada hati nurani. Kemarin ditunggu saat rapat di DPRD, tapi dari pemerintah daerah seperti pak Sekda atau Om Zein, engga hadir,” ujarnya.

Sementara itu, Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein alias Om Zein, menegaskan bahwa langkah ini diambil demi menjaga keistimewaan lingkungan Purwakarta, termasuk kelestarian sungai dan pengendalian banjir.

“Om Zein gak mau terlambat, ini dari mulai Pasawahan hingga jembatan layang itu ada sekitar 417 bangunan liar, dan mulai hari ini kita bongkar,” ujarnya.

Om Zein menambahkan bahwa proses penertiban dilakukan setelah adanya pemberitahuan bertahap, dan banyak warga yang menurutnya telah melakukan pembongkaran secara mandiri. (yat)

Related Articles

Back to top button