
BIKIN KONTEN: Salah seorang guru membuat video pembelajaran yang akan diberikan kepada siswanya.
Cocok Buat Siswa, tak Cocok untuk Mahasiswa
KARAWANG, RAKA – Pemetintah pusat memberikan bantuan kuota internet pendidikan kepada para siswa, mahasiswa maupun tenaga pendidik. Kuota internet ini dibagi menjadi kuota utama untuk mengakses seluruh kegiatan internet dan kuota belajar untuk mengakses situs atau aplikasi pembelajaran tertentu. Sejumlah problematika muncul mulai dari panyaluran bantuan yang belum merata dan akses internet yang terbatas.
Siswa SMKN 1 Cikampek Hermansyah (16) mengaku telah menerima bantuan kuota internet pendidikan sebesar 35 GB yang terbagi menjadi 5 GB kuota umum dan 30 GB kuota belajar. Ia mengaku mendapatkan kuota internet pendidikan pada akhir September lalu. “Kalau teman-teman yang lain gak tau sudah dapat apa belum,” ucapnya, Kamis (15/10).
Hermansyah bersyukur dengan adanya bantuan kuota internet ini sedikit membantunya sebab tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli kuota internet. Ia sendiri saat ini masih terus menjalani pembelajaran daring baik itu melalui Microsoft Teams atau Whatsapp. “Paling juga gurunya kirim video (pembelajaran) lewat link,” tambahnya.
Mahasiswa Unsika Dewi Murni juga telah mendapatkan bantuan kuota internet pendidikan sebesar 50 GB. Namun menurutnya pembagian kuota menjadi 45 GB kuota belajar dan 5 GB kuota utama tidak efektif untuk mahasiswa. “Karena pada dasarnya mahasiswa belajar di rumah itu butuh nutirisi, butuh mencari referensi di internet, sedangkan (bantuan kuota internet) kuota utamanya hanya 5 GB,” ucapnya.
Ia mengaku kuota utama tersebut telah habis sehingga mau tak mau kembali membeli sendiri kuota internet untuk kebutuhan belajar. Sedangkan kuota belajar masih tersisa banyak dan terbiarkan begitu saja. Ia berharap tidak ada pembagian kuota melainkan semunya kuota utama yang bisa untuk akses apapun. Dengan demikian mahasiswa seperti dirinya bisa lebih bebas mengakses referensi pembelajaran di internet.
Operator SMA Panca Moral Cikampek Hilmi Zaidan menuturkan, baik siswa maupun guru di sekolahnya telah mendapat bantuan kuota internet. Bantuan ini diterima langsung oleh masing-masing indvidu dalam dua gelombang sejak 22 September lalu. Sebelumnya sebagai operator sekolah ia telah mengajukan nomor yang akan menerima bantuan internet dan melakukan validasi sebagaimana mekanismenya telah diatur oleh pemerintah. “Kalau kita kan pengajuan saja, yang menentukan mendapat bantuan itu kan pemerintah, kalau guru sudah menerima semua, siswa juga sepertinya sudah semua karena saat ditanya apakah ada yang belum mendapat kuota, tidak ada yang merespon,” paparnya.
Hal berbeda terjadi di SMAN 1 Telukjambe Barat, para guru belum menerima bantuan 40 GB kuota internet sebagaimana yang dijanjikan pemerintah. Hal ini diungkapkan Iqbal Muttaqin selaku operator di sekolah tersebut. Begitupun para siswa belum mendapatkan bantuan kuota internet, padahal mekanisme pengajuan telah ia lakukan setiap tahapnya sebelum bulan Oktober ini.
Sejauh ini civitas SMAN 1 Telukjambe Barat baru mendapatkan bantuan kuota internet dari salah satu provider BUMN sebesar 10 GB, namun hanya untuk akses situs atau aplikasi pembelajaran tertentu. Hal ini menjadi problematika sendiri sebab sekolahnya menggunakan aplikasi pembelajaran sendiri yang tidak dapat diakses dengan kuota belajar dari pemerintah. “Belum tahu kenapa belum dapat, soalnya belum ada pemberitahuan lagi,” ungkapnya.
Zaini Ahmad, guru SMAN 1 Telukjambe Barat yang terlibat dalam pengembangan aplikasi pembelajaran internal di sekolahnya mengatakan baik guru maupun siswa sudah familiar dan nyaman dengan aplikasi tersebut. Wajar saja sebab aplikasi berbasis website ini telah dikembangkan bahkan sebelum pandemi Covid-19. “Awalnya itu computer based test (CBT), cuma dikembangkan menjadi e-learning juga, kita bisa membuat kelas, memberikan materi,” terangnya.
Aplikasi pembelajaran ini dikatakannya sengaja dikembangakan untuk menjawab tantangan zaman mengurangi penggunaan kertas dalam pendidikan. Dengan demikian siswanya terbiasa belajar melalui komputer selain dari buku dan pembelajaran tatap muka. Ia juga membenarkan aplikasi ini tidak bisa diakses dengan kuota belajar yang ditentukan pemerintah.
Menurutnya, klasifikasi kuota internet ini ada baiknya, sebab jika semua akses diberikan akan sulit mengontrol penggunaan internet oleh siswa. Namun sebaiknya pemerintah memberikan akses lebih luas, misalnya kuota belajar tersebut dapat digunakan mengakses website dengan domain.sch sebagaimana sejumlah website dengan domain .ac pun telah bisa diakses. “Kalau bisa sih yang .sch pun dikasih akses,” harapnya. (din)