Uncategorized

Banyak PR Keagamaan di Ciampel

CIAMPEL, RAKA – Masih banyak pekerjaan rumah (PR) keagamaan di wilayah Kecamatan Ciampel. Oleh karenanya para Peragkat Desa di Kecamatan Ciampel mendapatkan penyuluhan agama oleh Penyuluh Keagamaan di Kecamatan Ciampel di acara rapat minggon kecamatan yang digelar di aula Kantor Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel, Selasa (2/10).

Eli Solihat, Penyuluh Keagamaan Kecamatan Ciampel mengatakan, sedikitnya ada 3 poin penting yang harus dijalankan oleh perangkat desa. Pertama berkaitan dengan data valid masjid dan majelistaklim. Data masjid di Kecamatan Ciampel yang ada belum valid, jumlah pada data dirasa kurang dibandigkan jumlah realita di lapangan. Berdasarkan data sementara yang ada, jumlah masjid di Ciampel berjumlah 52 yang tersebar di seluruh desa dengan perincian 14 masjid di Mulyasejati, 5 di Kutapohaci, 8 di Kutanegara, 9 di Kutamekar, 9 di Mulyasari, 3 di Parung Mulya dan 4 di Tegallega. “Saya harap dari RT RW juga bisa mendata kembali sehingga apabila ada bantuan dari pusat bisa langsung ke lokasi,” jelasnya.

Selain Masjid, data majlistaklim juga belum valid. Berdasarkan data sementara, terdapat 22 majelistaklim di Kecamatan Ciampel yang tersebar hanya di 4 desa yakni 3 majelis di Mulyasejati, 9 di Kutapohaci, 3 di Mulyasari dan 7 di Parungmulya. “Memang ciampel itu kecil, tapi di Klari saja sampai 285 majlistaklim, masa di sini tidak sampai setengahnya, bahkan sepertiganya juga tidak,” tuturnya.

Eli manambahkan, akurasi data majelis di kecamatan menjadi acuan data di Pemda Karawang. Untuk itu perangkat desa diharapkan dapat mendata kembali dengan akurat yang nantinya data tersebt digunakan juga oleh pihak desa sebagai acuan pembuatan SK mengenai honor daerah. “Jangan sampai ada oknum yang mengaku guru ngaji hanya untuk mendapat honor daerah dari bupati, ini harus dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Eli menjelaskan, tuntunan pemerintah mengenai pengeras suara di masjid sekarang menjadi isu sosial yang banyak diperbincangkan oleh masyarakat, terlebih di sosial media. Banyak pihak yang menyudutkan pemerintah sebab peraturan tersebut, karena itu perangkat desa diharapkan dapat mensosialisasikan kembali aturan tersebut kepada masyarakat. “Padahal aturannya sudah ada dari tahun 1978 keluaran Bimas (Bimbingan Masyarakat),” kata Eli.
Pada dasarnya, fungsi pengeras suara adalah untuk meningkatkan spiriualitas masyarakat, karena itulah dibuat aturan demi kenyamanan umat beragama di lingkungan masyarakat. Ia menyebutkan, hal-hal yang semestinya tidak dilakukan dengan pengeras suara yakni jangan menggunakan pengras suara yang rusak, jangan sampai anak-anak salawatan sambil teriak dan tertawa, azan tidak boleh dikumandangkan oleh orang yang tidak baik dan tidak fasih bacaannya. “Jangan sampai yang tujuannya syiar malah mencoreng agama,” jelasnya.

Ia juga menambahkan, peraturan ini sebenarnya berlaku untuk kota-kota besar, adapun di kampung/desa pemakaiannya lebih longgar dengan memperhatikan tangapan dan reaksi masyarakat. Pemerintah membuat aturan tersebut sebagai antisipasi apabila nantinya ada gejolak di masyarakat. “Dikembalikan lagi kepada kebiasaan masyarakat, kalau ada tahrim setiap bulan puasa silakan, pakailah pengeras suara seperti biasanya,” tambahnya.
Eli juga menyampaikan, amil-amil di bawah binaan desa diharapkan bisa mengarahkan calon pengantin untuk datang ke KUA. Hal tersebut agar mereka mendapatkan bimbingan perkawinan pra nikah. Jumlah pernikahan dan perceraian seiringan terus meningkat. Dengan adanya bimbingan diharapkan agar masyarakat dapat merawat perkawinan dan menjadi keluarga yang sakinah. “Keluarga tentram tanpa masalah, dan saat ada masalah dapat dihadapi dengan tenang, itulah mengapa diadakan bimbingan perkawinan,” terangnya.

Selain itu, Eli menegaskan, mesti ada keakuratan data mengenai calon pengantin, salah satunya data usia calon pengantin yang dibuktikan dengan ijazah atau akte kelahiran. “Perangkat desa jangan seenaknya memberi surat keterangan domisili untuk memanipulasi umur calon biar bisa kawin. Agar tidak ada kasus pernikahan di bawah umur. Perempuan kan umur minimalnya 16 tahun kalau laki-laki 19 tahun,” tegasnya.

Sementara itu Camat Ciampel, Agus Sugiono menanggapi, membangun rumah tangga itu tidak seenak yang dibayangkan. Tujuan bimbingan bukan agar tidak ada masalah dalam rumah tangga, tapi agar setiap masalah bisa diselesaikan oleh kedua belah pihak. Adapun mengeanai pengeras suara ia mengatakan, masyarakat jangan terlalu terprovokasi oleh informasi di sosial media. “Saya sudah persilahkan kepada Ibu Eli mengenai hal itu kalau ada aturannya silakan disosialisasikan. Agar masyarakat tidak ribut lag,” pungkasnya. (mg)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button