Buruh Serbu Kantor Bupati Purwakarta
BURUH DEMO: Ratusan buruh berjalan kaki menuju kantor Bupati Purwakarta, Rabu (10/11).
PURWAKARTA, RAKA – Hari Pahlawan dimanfaatkan oleh ratusan buruh untuk melakukan aksi unjukrasa di kantor Bupati Purwakarta, Rabu (10/11). Koordinator Presidium Aliansi Buruh Purwakarta Wahyu Hidayat mengatakan, aksi kali ini merupakan aksi nasional menjelang putusan judicial review UU 11 tahun 2020 Cipta Kerja dan berlangsung setidaknya di 26 Propinsi, 150 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
“Aksi ini sebagai bentuk penegasan sikap buruh dan penolakan terhadap UU Cipta Kerja beserta turunannya. Terkhusus klaster ketenagakerjaan yang saat ini semakin menggerus kesejahteraan para buruh,” kata Wahyu.
Dia menambahkan, saat ini gugatan terhadap UU Cipta Kerja sudah hampir putusan. Namun pemerintah terus memaksakan agar UU Cipta Kerja dan turunannya dilaksanakan walau belum ada putusan inkrah Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, hal tersebut sangat merugikan kaum buruh.
“Yang lucunya, di PP 36/2021, pengupahan buruh masuk atau menjadi bagian dari Program Strategis Nasional dengan penekanan adanya sanksi bagi tiap kepala daerah yang memutuskan upah buruh tidak sesuai dengan PP tersebut.” imbuhnya.
Meski begitu, di UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diterangkan, upah merupakan kewenangan kepala daerah. Namun kenyataannya, kewenangan kepala daerah itu diserobot pemerintah pusat dengan sanksi khusus. Bahkan upah buruh menjadi urusan Kementerian Dalam Negeri. “Hal ini lah yang menyebabkan buruh pun melakukan aksi di depan Kementerian Dalam Negeri pada tanggal 9 November 2021 kemarin” tambahnya.
Menurutnya, di PP 36/2021 menyoal besarnya disparitas upah antar sektor maupun upah antar wilayah. Dalam PP 36/2021 ditegaskan bahwa upah yang dianggap tinggi harus menunggu upah yang bawah sehingga besar kemungkinan beberapa daerah yang upahnya dianggap tinggi khususnya di Jawa Barat tidak akan mengalami penyesuaian/naik.
“Dalam aksi kali ini, kami mengusung 4 isu utama yakni, naikkan UMK/UMSK 2022 sebesar 10 persen, berlakukan UMSK 2021, batalkan Omnibuslaw – UU Cipta Kerja, serta PKB tanpa omnibuslaw.” tandas Wahyu.
Lebih lanjut dia mengingatkan bahwa daulat rakyat menghendaki agar penyelenggara negara dapat mensejahterakan rakyat, bukan malah bahu membahu dengan oligarki untuk mengeksploitasi bangsa sendiri. “Saat ini masih ada perusahaan yang membayar upah buruhnya di bawah UMK dengan jam kerja yang eksploitatif,” ungkap Wahyu. (gan)