Jangan Bunuh Ular
Menggigit Kalau Terancam
KOTABARU, RAKA – Tidak Semua ular memiliki bisa beracun. Saat menemukan ular sebaiknya kita jangan asal membunuh, sebab mereka juga makhluk hidup ciptaan Tuhan.
Jalan terbaik adalah cukup menyingkirkannya, kecuali saat benar-benar measa terancam dengan kehadiran ular tersebut. Pesan ini disampaikan oleh Rizal Zulfikar, pendiri sekaligus pembina Reptile Exotic Cikampek (RETIC) saat ditemui di basecamp-nya, Jumat (31/1). “Harapannya masyarakat lebih bisa mengenal dengan ular,” ucapnya kepada Radar Karawang.
Rizal mengatakan, sejak awal berdirinya komunitas ini pada 1 November 2014, fokus untuk memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai reptil, khususnya ular yang kehidupannya sangat dekat dengan manusia. Puluhan koleksi reptil yang dimiliki oleh Reptic memang didominasi oleh ular, yang juga kebanyakan merupakan jenis lokal. Hal ini agar lebih sesuai dengan kebutuhan edukasi masyarakat, dan menunjukkan bahwa reptil Indonesia tak kalah eksotis dengan reptil dari negara seberang. “Ingin masyarakat mencintai yang lokal, karena banyak juga yang cantik-cantik,” tambahnya.
Humas Reptic yang juga merangkap sebagai pembina, Bunda Apey menjelaskan, kegiatan mereka selama ini tak lepas dari edukasi reptil ke sekolah-sekolah yang ada di Karawang, Purwakarta dan sekitarnya. Edukasi yang diberikan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Mulai dari sekadar pengenalan, penanganan sampai pertolongan pertama saat digigit ular. Reptic juga bekerjasama dengan beberapa perusahaan untuk memberikan training mengenai penanganan ular. Bahkan pemadam kebakaran pun kerap meminta mereka untuk memberi pelatihan.
Ia sendiri merasa prihatin dengan banyaknya masyarakat yang phobia terhadap ular, dan cenderung akan membunuh jenis ular apapun yang ditemukan meskipun sebenarnya tidak berbisa. Padahal pada umumnya ular berbisa tidak begitu agresif, karena tidak memiliki penglihatan yang baik, mereka mengandalkan sensor panas, penciuman, dan getaran. Yang perlu dilakukan manusia adalah menjauhinya, bukan malah memaba sebilah kayu untuk membunuh. “Ular merasakan langkah kaki manusia saja padahal takut, kalau diserang ya mereka bakal mempertahankan diri,” tuturnya yang juga menjadi koordinator Reptil Rescue Indonesia (RRI) Jawa Barat.
Dalam pertanian, membunuh sembarang ular juga akan berdampak fatal yakni merusak ekosistem alam. Jika ular yang menjadi predator alami hama tikus terus menerus dibunuh dan berkurang, tentunya akan memutus mata rantai makanan. Hal ini malah akan membuat populasi hama tikus semakin meningkat dan mengganggu produktifitas pertanian. Retic sendiri saat ini memiliki sekitar 35 anggota, bascamp mereka berada di Dusun Sukamulya, Desa Pucung, Kecamatan Kotabaru. Kabarnya, Februari ini membuka rekrutmen anggota baru. Tidak wajib memilki reptil untuk bisa bergabung, yang terpenting ada niat untuk mendalami dan mempelajari ular. Meski demikian tidak semua anggota boleh memberikan edukasi kepada masyarakat, sejauh ini Rizal dan BUnda Apey lah yang telah memiliki serangkaian pelathan dan sertifikasi dari Yayasan SIOUX Ular Indonesia. Reptic juga mempunyai keinginan untuk membangun sebuah mini zoo sebagai wahana edukasi reptil bagi masyarakat. Ia berharap pemerintah daerah dapat membantu merealisasikan keinginan tersebut. “Jadi pada saat anak-anak sekolah butuh edukasi, bukan kami yang kesana tapi pmereka yang datang,” pungkasnya. (cr5)