Uncategorized

Corona, Dalang jadi Sepi Manggung

AKSI : Dalang Saju saat menggerakan wayang golek dengan gaya khasnya.

TELUKJAMBE BARAT, RAKA – Masyarakat Desa Mulyajaya, Kecamatan Telukjambe Barat nampaknya tak ada yang tak kenal dengan sosok Saju Jamaludin (60). Oleh masyarakat setempat warga yang tinggal di RT 07 RW 03, Dusun Rancajulang ini akrab dipanggil dalang Saju.
“Saya menggeluti pewayangan sejak umur 20 tahun,” tuturnya membuka cerita saat ditemui di kediamannya, Kamis (2/7).

Sudah 40 tahun Saju menjadi dalang wayang golek, salah satu kesenian kebanggaan masyarakat Sunda. Berbagai kota telah ia sambangi untuk menghibur para penontonnya, bahkan ia pun sempat diundang untuk men-dalang di Riau.

Baginya, pewayangan bukan hanya sekadar hiburan masyarakat melainkan juga memjadi media dakwah. Tanggung jawab sosial bagi seorang dalang untuk menyampaikan pesan-pesan baik pada penonton, maka tak ayal ia kerap mereka ulang sebuah cerita untuk menyisipkan dakwah. “Dina pawayangan mah tongtonan sing jadi tungtunan (dalam pewayangan itu tontonan harus jadi tuntunan),” terangnya.

Saju melanjutkan, dalam banyak filosofi dalam pewayangan, mulai dari bentuk wayangnya itu sendiri sampai cerita yang dikisahkan. Namun ia sedikit menyayangkan adanya beberapa dalang yang kerap menyisipkan guyonan yang terlalu vulgar sehingga mengurangi nilai dakwah dalam pewayangan.

Ia sendiri sampai saat ini tetap mempertahankan pakem tahapan pewayangan dari mulai tatalu (permainan alat musik perkusi) hingga ia bercerita dengan wayangnya. Prinsip “wayang waing dalilu” juga selalu dipegangnya yang berarti bahwa wayang miliknya mesti menjadi petunjuk pada suatu kebaikan.

Dalang Saju tak pelit ilmu, sejumlah anak di lingkungannya kerap belajar memainkan wayang di rumahnya. Beberapa mahasiswa juga diceritakannya sempat berkunjung untuk belajar menjadi dalang.
Ia sendiri yakin wayang sebagai salah satu budaya Sunda yang telah ada sejak lama tidak akan musnah dihengkang zaman. “Dalam pewayangan itu ada sindir, silib, siloka, sasmita, itu yang jadi pegangan dalang,” terangnya lagi.

Dalam menentaskan pertunjukan wayang golek Saju tentunya tak sendirian, ada sekitar 22 anggota grupnya tim yang mendampingi terdiri dari para pemain gamelan, sinden, dan kru lainnya.
Sekali manggung bayaran yang ia dapat berkisar Rp12 juta sampai Rp18 juta, tergantung lokasi dan teknik pementasan yang dipinta. Bayaran tersebut nantinya dibagi kepada para anggota grupnya.

Selama ini jadwal manggungnya masih cukup tinggi, masih banyak masyarakat yang menikmati dan antusias menyaksikan pewayangan. Namun sejak Maret lalu beberapa jadwal manggungnya terpaksa dibatalkan karena adanya wabah corona. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia bertani dan berkebun atau mengasah batu cincin yang mejadi pekerjaan sampingannya. Nampaknya ia berharap dapat segera kembali menghidupkan wayang-wayangnya di panggung. “Ya sekarang mah ikuti saja aturan dari pemerintah,” ucapnya. (din)

Related Articles

Back to top button