Cuti Melahirkan 6 Bulan
-Buruh Senang, Pengusaha Pusing
KARAWANG, RAKA – Masyarakat mengapresiasi pemberian hak-hak keibuan bagi buruh perempuan yang dianggap cukup progresif dalam Rancangan Undang Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), yang telah ditetapkan menjadi undang-undang. Diantaranya adalah cuti melahirkan enam bulan.
Wakil Ketua Bidang DPD Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Kabupaten Karawang Agnia Pradhita mengatakan, adanya Undang Undang Kesejahteraan Ibu dan anak sangat diapresiasi oleh kalangan perempuan. “Kami sangat mengapresiasi adanya UU KIA, karena di negara-negara Skandinavia itu cuti melahirkan bisa sampai dua tahun,” katanya kepada Radar Karawang.
Agnia menambahkan, adanya Undang Undang Kesejahteraan Ibu dan anak ini pun bisa membuat anak lebih lama dengan ibunya, sehingga anak lebih mengenal orangtuanya. “Pada dasarnya undang-undang ini baik, karena anak dalam pertumbuhannya bisa didampingi orang tua nya,” tambahnya.
Masih dilanjutkannya, pengaturan tersebut dapat berpotensi menjadi penghambat hak bekerja perempuan, yang dirasa memang Undang-undang tersebut akan merugikan perusahaan. “Tentu nya adanya undang-undang ini tidak boleh menjadi penghambat bagi perempuan untuk bekerja, ” tuturnya.
Perempuan satu anak ini pun mengungkapkan, perlu adanya pengawasan yang ekstra agar undang-undang ini tidak menjadi penghambat perempuan untuk bekerja. “Dalam pelaksanaannya nanti perlu adanya pengawasan yang sangat ketat dari pemerintah, agar perempuan merasa terlindungi dan lahirnya UU tersebut tidak menjadi hambatan bagi para perempuan untuk bekerja di sektor publik,” pungkasnya.
Dalam wacananya, RUU KIA, mendapat respons pro dan kontra dari kalangan masyarakat. Para pengusaha rata-rata meminta para jajaran legislatif mempertimbangkan pengesahan RUU KIA, sedangkan buruh justru mendukung wacana cuti melahirkan selama 6 bulan. Serikat buruh sangat mendukung DPR mengesahkan RUU KIA yang di dalamnya mengatur cuti melahirkan 6 bulan bagi pekerja perempuan. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal berujar, pengesahan RUU KIA adalah hal yang wajar diperjuangkan karena terkait dengan para pekerja perempuan. “Sangat mendukung, kita harus mendukung tenaga kerja perempuan. Itu (cuti melahirkan 6 bulan) bukan hal baru, Partai Buruh mendukung. Di Eropa saja malah (cuti melahirkan) lebih dari 6 bulan,” ujarnya
Dihubungi terpisah, Yani yang merupakan mahasiswa S2 Ilmu politik UI, mengungkapkan ada UU Kesejahteraan Ibu dan Anak, merupakan kepedulian pemerintah dan anggota DPR RI, agar bertumbuhnya anak bisa diawasi oleh Orangtua. “Ini kebijakan yang sangat bagus bila diimplementasikan dengan benar, dan pengawasan nya juga benar,” ungkapnya.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Luluk Nur Hamidah menyebut, RUU ini mengatur hak ibu dan anak mulai dari hulu hingga hilir. Ia mengatakan, RUU KIA bertujuan memastikan kepentingan tumbuh kembang anak, khususnya di 1.000 hari pertama kehidupan anak.
Luluk menjabarkan, tempat kerja harus menyediakan fasilitas sarana dan prasarana (sarpras) yang ramah bagi ibu dan anak. Contohnya, tempat kerja wajib memiliki daycare, ruang bermain, dan ruang laktasi.
Aturan tentang kewajiban penyediaan daycare, ruang bermain, hingga ruang laktasi ini tercantum dalam draft RUU KIA Bab 3 Pasal 22 dan Pasal 23. Pasal 22 menyebut, penyedia atau pengelola fasilitas dan sarana prasarana umum harus memberikan kemudahan dalam penggunaan fasilitas, sarana, dan prasarana umum bagi ibu dan anak.
Kemudahan penggunaan fasilitas dan sarana prasarana umum bagi ibu dan anak tersebut tak hanya meliputi dukungan fasilitas di tempat kerja. Namun, fasilitas pendukung juga termasuk di tempat umum dan transportasi umum. Luluk berpendapat, negara harus bisa memastikan setiap ibu memiliki kesempatan terbaik dalam memberikan ASI. Tak hanya itu, ibu juga harus bisa memantau perkembangan mental, fisik, psikis, dan sosial anak di usia awal. Hal ini penting untuk setiap ibu lakukan karena menentukan keberhasilan tumbuh kembang anak. .
Sebagai inisiator RUU KIA, Fraksi PKB menganggap saat ini kesejahteraan ibu dan anak di Indonesia belum memadai. Hal ini nampak dari data Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia yang masih sangat tinggi, yakni sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup. (nad)