KARAWANG

Daerah Hulu Berpotensi Kekeringan, Hilir Banjir

KARAWANG, RAKA – Bulan Juli sampai September mendatang merupakan musim kemarau, namun beberapa hari yang lalu sejak Jumat (15/7) sampai Sabtu (16/7) hujan tak kunjung reda. Ini membuat wilayah Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat banjir.

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karawang Dadang mengatakan, siklus musim di tahun ini tak menentu, terlihat dari hari Jumat (15/7) hujan turun tak kunjung berhenti sampai Sabtu (16/7). “Sebenarnya ini masuk musim kemarau, tapi karena siklus musim tak menentu jadi hujan, dan menyebabkan di Desa Karangligar banjir,” katanya kepada Radar Karawang, Senin (18/7).

Dadang menambahkan, banjir di Karangligar diakibatkan karena tingginya air Sungai Cibeet dan Cidawuh sehingga menyebabkan banjir di RT 01 dan RW 03 Kampung Pangasinan, Desa Karangligar. “Akibat curah hujan tinggi dan sungainya meluap, sehingga air berbalik dan menyebabkan banjir di daerah Pangasinan, “ungkapnya.

Banjir tersebut menyebabkan beberapa rumah tergenang banjir, namun tidak terlalu parah sehingga warga hanya mengungsi ke rumah tetangga yang tidak terkena dampak banjir. “Di RT 02 ini ada sekitar 52 rumah yang tergenang banjir, 60 KK, 180 jiwa, sedangkan di RT 03 rumah yang tergenang 70 unit, KK nya 80, jiwanya 240. Sehingga jumlah total 420 jiwa korban banjir,” jelasnya.

Ia menuturkan, upaya BPBD Kabupaten Karawang telah memberikan bantuan darurat ketika asesment ke lokasi yang terdampak banjir. “Kita sudah berikan bantuan darurat karena kondisinya tidak terlalu parah, sehingga tidak perlu mendirikan tenda darurat,” tuturnya.

Dia mengingatkan kepada masyarakat walaupun saat ini masuk musim kemarau, tetap harus berhati-hati karena masih ada hujan yang turun. “Kami menghimbau kepada masyarakat walaupun saat ini sudah masuk musim kemarau, tapi memang hujan lebat tetap turun, sehingga harus waspada terutama di daerah rawan banjir,” pungkasnya.
Di sisi lain, ada dua wilayah yang masuk dalam pemetaan bencana kekeringan di Kabupaten Karawang, yakni Kecamatan Tegalwaru dan Kecamatan Pangkalan. Dadang mengatakan, saat ini sebenarnya telah memasuki musim kemarau, sehingga BPBD Kabupaten Karawang akan fokus terhadap persiapan bencana kekeringan. “Saat ini sebenarnya musim kemarau, jadi kita fokus menghadapi bencana kekeringan,” katanya kepada Radar Karawang.

Pria yang lama bertugas di Satpol PP ini menambahkan, BPBD Kabupaten Karawang telah memetakan daerah mana saja yang menjadi rawan bencana kekeringan, saat puncak musim kemarau nanti. “Kita petakan ada dua kecamatan yang rawan kekeringan, yaitu Tegalwaru dan Pangkalan,” tambahnya.

Dilanjutkannya, saat ini masyarakat di dua kecamatan tersebut memang belum mengalami kekeringan, namun BPBD Karawang telah menyiapkan mitigasi bencana bilamana terjadi kekeringan di daerah tersebut. “Kita sudah menyiapkan sekitar empat tangki air bersih bilamana masyarakat di dua Kecamatan tersebut, memang kekurangan air bersih,” tuturnya.

Dia menjelaskan, walaupun dua kecamatan tersebut ada di dataran tinggi, tetapi bukan berarti daerah tersebut tidak kekeringan. “Tidak semua dataran tinggi itu airnya melimpah, ada juga yang memang kekeringan,” tandasnya.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia selama sepekan ke depan (16-23 Juli 2022), meskipun telah memasuki musim kemarau. BMKG mengungkap penyebabnya, apa itu? BMKG mengatakan hal tersebut disebabkan masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan. Salah satu faktornya, yaitu fenomena La Nina yang pada bulan Juli ini diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah. “Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia,” ungkap Deputi Bidang Meteorologi Guswanto, dalam keterangannya.
Faktor lainnya, yaitu fenomena Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh, dalam memicu peningkatan curah hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat. Sementara itu, Guswanto mengatakan, dalam skala regional, terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan, yaitu; MJO (Madden Jullian Oscillation), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama. “Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat, juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer,” ujarnya.
Guswanto menuturkan, meskipun saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, namun, karena adanya fenomena-fenomena atmosfer tersebut memicu terjadinya dinamika cuaca yang berdampak masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. (fjr/dt)

Related Articles

Back to top button