KABAR KAMPUNG
Trending

Kelurahan Cipaisan

Makam Tokoh Islam hingga Tempat Produksi Makanan Tradisional

PURWAKARTA, RAKA – Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta memiliki sejumlah potensi yang dapat terus dikembangkan.

Adapun hal yang dimaksud diantaranya adalah seperti wisata religi makam tokoh penyebar islam RH Moch Yusuf atau lebih dikenal dengan Syekh Baing Yusuf. Selain menjadi salah satu kawasan cagar budaya Purwakarta, makam selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai kota/ kabupaten.

Potensi lain yang dimiliki oleh Kelurahan Cipaisan adalah sebagai sentra produksi makanan tradisional seperti simping, kue gapit dan kue ali untuk wilayah Kaum. Selain itu, terdapat juga sentra pembuatan ketupat di wilayah Sukarata yang produknya telah dipasok dan memenuhi kebutuhan dari pasar-pasar sekitar.

“Itu adalah potensi yang ada di Cipaisan dan telah berlangsung sejak zaman dahulu. Ini masih terus terjaga karena juga mengikuti perkembangan zaman. Seperti untuk dari bidang UMKM terus menyesuaikan zaman dari segi kemasan atau yang lainnya,” ujar Lurah Cipaisan, Saefuloh Amsor saat ditemui pada Jum’at (8/8).

Makam Syekh Baing Yusuf

RH Moch Yusuf atau sosok yang lebih dikenal dengan Baing Yusuf merupakan salah seorang tokoh ulama penyebar agama Islam di era 1800-an.

Salah satu peninggalan Baing Yusuf, yakni Masjid Agung Purwakarta. Bahkan, saking kuatnya ikatan antara sang ulama dengan masjid tersebut, sampai-sampai tempat peristirahatannya pun tak jauh dari masjid tersebut.

Di rangkum dari berbagai sumber, dari silsilahnya, Baing Yusuf merupakan tokoh ulama kelahiran Bogor 1700-an. Ia datang ke Purwakarta sekitar 1820. Kala itu, pusat pemerintahan Karawang berada di wilayah Wanayasa. Konon kabarnya, Baing Yusuf ini merupakan masih keturunan Raja di Kerajaan Padjajaran.

Pada 1826, Baing Yusuf mulai membangun masjid. Masjid tersebut, saat itu masih berada si tengah hutan belantara. Karena, pusat pemerintahan saat itu bukan di pusat Purwakarta. Melainkan, jauh ke wilayah selatan, yakni tepatnya di alun-alun Wanayasa.

Pada 1830-an, pusat pemerintahan pindah dari Wanayasa ke Purwakarta. Perpindahan pusat pemerintahan ini, semakin berkembangnya penyebaran agama Islam. Apalagi, keberadaan Masjid Agung ini sangat strategis. Yakni, berdekatan dengan pusat pemerintahan (kantor bupati) dan kesininya dekat dengan lembaga pemasyrakatan (Lapas).

Dari silsilahnya, Baing Yusuf konon juga pernah menjadi murid Syekh Campaka Putih atau Pangeran Diponegoro. Tak hanya itu, Baing Yusuf juga banyak muridnya. Salah satunya, Syekh Nawawi Al-Bantani atau pengarang kitab asal Banten.

Jejak sejarah Baing Yusuf ini, kini semakin banyak dikenal secara luas. Bahkan, masyarakat dari berbagai daerah selalu menyempatkan diri untuk menunaikan shalat baik shalat wajib maupun sunah di Masjid Agung Baing Yusuf.

Sentra Produksi Ketupat

Sukarata merupakan sebuah perkampungan di Kelurahan Cipaisan yang sejak puluhan tahun silam menjadi sentra ketupat di Purwakarta. Hampir sebagian besar warga Sukarata berprofesi sebagai perajin ketupat.

Setiap hari warga dengan cekatan menganyam daun kelapa untuk dijadikan selongsong ketupat. Sebagian lagi sibuk merebus ketupat yang sudah diisi beras menggunakan kayu bakar hingga berjam-jam.

Hasil produksi rumahan warga Sukarata telah merambah ke semua penjuru Purwakarta, bahkan hingga ke Kabupaten tetangga.

Sentra Ketupat Sukarata ini pertama kali dikembangkan oleh Mak Tia pada 1915. Hanya saja mulai berkembang dan dikenal sebagai sentra ketupat sekitar 1975.

Sentra UMKM Simping

Simping sangat mudah dijumpai di Purwakarta, terutama ketika memasuki daerah yang menjadi sentra pembuatan dan penjualannya, yaitu Kampung Kaum, Jalan Baing Marzuki, Kelurahan Cipaisan, Kecamatan Purwakarta Kota. Tempat ini hanya berjarak beberapa ratus meter saja dari alun-alun Kota Purwakarta.

Simping merupakan Penganan Raja dalam Sejarah Purwakarta, Penganan yang menurut para tetua sudah ada sejak zaman kerajaan sunda dahulu, menurut hikayat merupakan kesukaan para bangsawan. Bapak H Engkun, yang diketahui sebagai keturunan bangsawan Purwakarta, mengkomersilkan simping pertama kali di daerah kaum.

Berawal dari wilayah Kaum yang letaknya tidak jauh dari kantor Bupati Purwakarta, tempat produksi simping sekarang terdapat pula di daerah Pasawahan hingga Wanayasa. Bahkan sekarang terdapat hampir 300 pengrajin simping yang masih berproduksi hingga saat ini. (yat)

Related Articles

Back to top button