KARAWANG, RAKA- Setelah sekian lama mendominasi, PDIP diprediksi kalah dalam pemilu kali ini. Dalam pemilu serentak tahun ini, PDIP hanya mendapat 6 kursi. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Demokrat yang bakal menjadi pemenang dengan raihan 9 kursi.
Pada pemilu tahun 2014 lalu, PDIP mendominasi di Karawang dengan raihan 9 kursi, sementara Demokrat 5 kursi. Kekalahan PDIP ini pun diakui oleh Chataman, liaison officer (LO) PDIP Karawang. Hasil pemilu kali ini, menurut Chataman merupakan langkah mundur bagi PDIP. “Kita hanya mendapat 6 kursi. Yang tadinya 9 kursi,” katanya, Minggu (5/5)
Menurutnya, kinerja para kader, para caleg dan seluruh pengurus partai sudah bekerja secara maksimal. Namun hasil perolehan suara menunjukan bahwa PDIP Karawang mengalami penurunan. “Kita secepatnya pasti evaluasi ini. Tadinya sekarang mau langsung mengadakan rapat evaluasi tapi kondisinya masih lelah setelah mengikuti pleno,” ujarnya.
Dikatakan Chataman, sudah beberapa kali pemilu PDIP di Karawang memang selalu mengalami penurunan. Namun meski demikian, PDIP selalu menjadi partai pemenang di Karawang. “Kita memang selalu turun. Dari 16 ke 11, turun lagi 9 tapi masih jadi partai pemenang. Sekarang hanya 6 kursi dan tidak jadi partai pemenang,” ungkapnya.
Ia munuturkan, dengan 6 kursi yang diperoleh, pihaknya akan bekerja semaksimal mungkin untuk melanjutkan apa yang menjadi program partai dan mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap PDIP. “Kita maksimalkan untuk melanjutkan program-program dan tentunya berupaya untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat,” ucapnya.
Dosen Ilmu Pemerintahan Unsika Gili Argenti menuturkan, dalam kompetisi elektoral di daerah banyak faktor yang menyebabkan suara suatu partai bertambah atau berkurang. “Pertama, mesin partai yang bisa dimaksimalkan dalam melakukan kerja-kerja politik. Kedua, ketokohan figur daerah yang bisa menjadi magnet elektoral juga berpengaruh signifikan dalam perolehan suara. Kemungkinan partai-partai yang memperoleh suara signifikan di daerah, karena partai ini berhasil menempatkan figur-figur populis di mata masyarakat disetiap daerah pemilihan,” tuturnya.
Ketiga, lanjutnya, faktor terpenting kemenangan adanya kerja maksimal dari para caleg dan barisan relawan yang tak kenal lelah terus menyakinkan publik untuk meraih simpati dan dukungan. Dari ketiga faktor tersebut, partai pemenang di daerah adalah partai yang berhasil memaksimalisasi potensi politik yang dimiliki, sehingga memperoleh hasil suara sangat memuaskan. “Terakhir, ini merupakan bentuk apresiasi masyarakat Karawang pada kerja-kerja partai lewat aleg yang telah terpilih sebelumnya, yang mungkin dirasakan ada kehadiran serta manfaatnya dalam melakukan pembelaan dan memperjuangkan aspirasi konstituennya selama lima tahun kemarin. Makanya ditahun ini mendapat banjir kepercayaan dibilik suara. Sedangkan bagi partai yang memperoleh suara dibawah target, ini bisa dijadikan introspeksi untuk kerja-kerja politik kedepan. Evaluasi oleh partai harus dilakukan secara menyeluruh agar di pemilu mendatang bisa mencapai target secara maksimal,” tuturnya.
Dosen Ilmu Pemerintahan Unsika lainnya, Maulana Rifai, melihat, keberhasilan Demokrat menjadi pemenang di Karawang, tak lepas dari ketokohan Cellica Nurrachadiana sebagai ketua Demokrat yang saat ini menjadi Bupati Karawang. “Sebagai ketua DPC Partai Demokrat, memiliki korelasi dan pengaruh terhadap perolehan suara partai di DPRD karawang. Selain itu, faktor caleg juga memungkinkan suara demokrat melampaui PDIP pada kontestasi pileg kali ini yang dihelat secara serentak,” analisanya.
Faktor lainnya, lanjut Maulana, konstelasi pada Pilpres 2019. Jawa Barat (Jabar) merupakan basis pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, maka tidak aneh ketika demokrat berhasil menyalip perolehan suara karena berbeda blocking politik dengan PDIP. “PDIP merosot? Asumsi saya ini terjadi karena gagalnya mesin partai dalam mensosialisasikan caleg calegnya di akar rumput. Hal itu diperkuat juga dengan pelaksanaan pemilu serentak yang menggabungkan pilpres dan pileg secara bersamaan, yang berimplikasi pada fokus perhatian pemilih pada pilpres bukan pada isu-isu lokal. Berbeda dengan pemilu 2014, pemilu legislatif dihelat lebih awal sebelum pilpres. Sehingga fokus kampanye tidak terpecah seperti saat ini,” ujarnya.
Terakhir, tambahnya, faktor yang tak kalah penting terkait merosotnya suara PDIP di Karawang adalah persepsi publik yang menilai negatif partai berlambang banteng tersebut. Bertebarannya kampanye hitam dan kampanye negatif tidak tertanggulangi dengan baik oleh elite partai dan caleg yan berkompetisi sehingga mengendap di pikiran para pemilih. “Oleh karenanya, mereka enggan untuk memilih kembali caleg dari partai yang sama. Perlu dicatat bahwa swing voters dalam politik elektoral berlaku bagi partai manapun, tak terkecuali PDIP,” pungkasnya. (nce/acu)