Monumen Rawagede Sepi
TIDAK SERAMAI DULU: Desti Agustin (17) bersama kedua adiknya, warga Ramanuk, Desa Purwamekar, Kecamatan Rawamerta, sedang menghabiskan waktu menjelang magrib di Monumen Perjuangan Rawagede. Kini, monumen tersebut sepi pengunjung.
Dulu Jadi Tempat Nongkrong ABG
RAWAMERTA, RAKA –
Saat ini pengunjung Monumen Perjuangan Rawagede tak seramai seperti dulu. Padahal sebelumnya banyak masyarakat yang menghabiskan waktu sorenya di area taman makam Rawagede.
Hal tersebut dikatakan Desti Agustin (17), warga Rawamanuk, Desa Purwamekar, Kecamatan Rawamerta, saat dirinya masih duduk di bangku SMP tidak jarang menggunakan waktu menjelang magrib di monumen tersebut, sebab banyak anak seusianya yang berkunjung ke tempat itu. Namun, kali ini Monumen Perjuangan Rawagede yang terletak di Desa Balongsari, Kecamatan Rawamerta, terlihat sepi.
“Sekarang gak ramai kayak dulu, padahal dulu mah jadi tempat kumpul-kumpul. Bahkan ada juga yang bawa pacar ke sini,” jelasnya kepada Radar Karawang.
Ia melanjutkan, Monumen Rawagede seringkali dijadikan tempat untuk titik temu bersama teman jauhnya, saat ingin bermain ke rumahnya. Di samping Monumen Rawagede sudah terkenal, juga tempat tinggal Desti tidak jauh dari tempat bersejarah tersebut.
“Kalau ada teman mau main, pasti ketemunya di sini dulu,” katanya.
Kali ini, Desti ditemani kedua adiknya untuk berswafoto. Baginya, makam para korban pembataian oleh tentara Belanda itu, selain untuk mengenal sejarah lebih mendalam, juga merupakan salah satu tempat penghilang penat.
“Dulu kalau ke sini suka diperkenalkan dengan sejarah, selain itu datang ke sini juga kalau bete juga,” katanya.
Kristi Aprillia (13) pengunjung Monumen Rawagede mengatakan, dia sering juga datang ke tempat bersejarah tersebut bersama teman-temannya.
“Ini bukan yang pertama, dulu pernah beberapa kali ke sini,” katanya.
Agus, salah satu juru pelihara Monumen Perjuangan Rawagede mengatakan, saat ini sudah jarang masyarakat maupun para pelajar yang berkunjung ke Monumen Rawagede.
“Lagi-lagi kan ini monumen bersejarah, artinya tidak ada hiburan di dalamnya. Adapun keingintahuan soal sejarah itu kembali ke masing-masing individu,” pungkasnya. (mra)