Uncategorized

Diduga Tidak Punya Izin, PO Bus Putera Fajar Berpotensi Diseret Sanksi Pidana

Radarkarawang.id – Kecelakaan maut bus Putera Fajar membuat Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno meradang. Dia mengancam akan memproses hukum PO bus tersebut jika terbukti tidak memiliki izin.

Hendro menuturkan, PO bus tanpa izin yang nekat mengoperasikan kendaraannya bisa dikenai sanksi pidana. ”Sesuai dengan Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dunia dapat disanksi penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 juta,” tegasnya.

Kemenhub menyerahkan kasus tersebut kepada kepolisian untuk segera diproses hukum. Ditjen Perhubungan Darat melalui balai pengelola transportasi darat bersama dinas perhubungan provinsi segera melakukan monitoring dan evaluasi pengujian berkala kendaraan bermotor se-Indonesia. Menurut dia, pengujian berkala juga bisa dilakukan pemda dari tingkat provinsi hingga kabupaten-kota. Bahkan, sifatnya sebenarnya wajib.
”Kami minta setiap PO bus rutin uji berkala kendaraannya. Ini sifatnya juga wajib sesuai Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor,” terangnya.

Sekretaris Jenderal DPP Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono menyebutkan, kejadian kecelakaan bus pariwisata di Ciater harus menjadi trigger bagi semua pihak, termasuk otoritas terkait, untuk menggalakkan pengawasan sistem keamanan armada transportasi darat.

Ateng menyayangkan pengawasan yang relatif kendur. Menurut dia, banyak pengusaha angkutan yang lalai dalam perawatan atau uji berkala kendaraan. Namun, tidak ada penindakan apa pun dari petugas. ”Setelah ada kejadian seperti ini baru kelihatan apa-apa yang kurang,” ujar Ateng.

Di pihak lain, Sekjen Perkumpulan Perusahaan Multimoda Transport Indonesia (PPMTI) Kyatmaja Lookman ikut mempertanyakan pelaku usaha transportasi yang lalai. ”Kalau uji berkala saja tidak dilakukan, perawatan kendaraan tersebut juga perlu dipertanyakan,” ujar Kyatmaja.

Kyatmaja mengakui bahwa pengawasan bus pariwisata cukup sulit. Sebab, bus-bus tersebut tidak masuk ke terminal. ”Karena itu, biasanya baru ketahuan kalau ada kejadian. Kalau tidak, ya tetap lalu-lalang tanpa atau dengan uji berkala yang sudah expired,” tegasnya.

Pada bagian lain, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono mengungkapkan, pihaknya sudah mendatangi para korban luka yang dirawat di RS Bhayangkara Depok dan RS Universitas Indonesia (UI). Selain memantau kondisi fisik para korban, pihaknya meminta ada pendampingan psikis bagi korban selamat.
”Saya kira anak-anak yang selamat juga mengalami trauma yang mendalam dan itu perlu dipulihkan. Tentu ini perlu melibatkan DPPKB, UPTD PPA, dan layanan sosial lainnya,” ungkapnya kemarin. (nce)

Related Articles

Back to top button