
LENGANG: Situasi Pasar Baru Karawang sejak wabah corona tampak lebih sepi dari biasanya.
KARAWANG, RAKA – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Karawang kesulitan menaikan target retribusi selama wabah corona. Alhasil, dinas yang dipimpin oleh Ahmad Suroto itu tidak menaikan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun ini, alias sama dengan tahun 2020.
Suroto mengatakan, tidak dinaikannya target PAD Disperindag karena situasi dan kondisi pandemi masih terjadi. “Rp2 miliar dari metrologi dan Rp1,2 miliar dari pasar. Tahun 2020 kemarin karena kondisi pandemi realisasi 90 persen,” katanya kepada Radar Karawang, Minggu (14/2).
Dikatakan Suroto, dari beberapa pasar pemerintah daerah yang ada di Karawang, retribusi paling tinggi yaitu Pasar Baru Karawang mencapai Rp300 juta. Sementara penghasil retribusi paling rendah ialah pasar di Banyusari. “Pasar Baru Karawang 90 persen tahun kemarin,” ujarnya.
Sementara dari kontribusi pasar yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, lanjut Suroto, tahun 2020 lalu hanya dari Pasar Johar yang masuk dengan nilai Rp140 juta. Dari pasar-pasar lain justru masih menjadi piutang. “ALS sudah ditagih, PT VIM Pasar Dengklok nol. Piutang sekitar 800 juta,” ujarnya.
Suroto menambahkan, salah satu kendala di Pasar Rengasdengklok ialah harga jual yang dipatok oleh PT VIM dinilai terlalu mahal oleh para pedagang. Sehingga dalam waktu dekat pihaknya akan memediasi pedagang dengan pihak pengembang agar ada kesepakatan harga kios. “Kios dibandrol dengan harga Rp17 juta per meternya. Pedagang merasa itu kemahalan. Nanti kami fasilitasi untuk dipertemukan sama pengembang,” pungkasnya.
Seorang pedagang Pasar Baru yang juga Pengurus Ikatan Pedagang Pasar Karawang (IPPK) Asep Kurniawan mengatakan, sejak bulan Maret 2020 penjualan para pedagang di Pasar Baru Karawang menurun hingga 90 persen. Sampai saat ini, belum ada peningkatan grafik penjualan. “Dihitung rata-rata 75 persen omzet pedagang menurun,” katanya.
Dikatakan Asep, kondisi para pedagang di Pasar Baru Karawang sangat terpuruk. Omet yang biasanya dalam sehari bisa mencapai Rp2 hingga Rp3 juta, kini mereka hanya mendapatkan omzet sebesar Rp300 ribu. “Dari jam 9 pagi itu sudah sepi tidak ada yang belanja. Banyaknya motor yang berjejer bukan konsumen tetapi pemilik kios dan karyawannya,” ujar dia.(nce)