
KARAWANG, RAKA – Polemik perekrutan tenaga kerja di PT FCC Indonesia terus menuai sorotan. Kekecewaan warga Desa Wadas, Kecamatan Telukjambe Timur, Karawang, mencuat setelah lebih dari 100 pendaftar lokal hanya dua orang yang diterima bekerja.
Menanggapi hal ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut telah terjadi miskomunikasi antara pihak perusahaan dengan pelamar lokal.
Baca Juga : Siswa Masih Beli LKS, Bupati Disebut Ingkar Janji
Ia mengungkapkan, perusahaan akhirnya memilih merekrut lulusan dari luar Karawang seperti di SMK 12 Bandung, setelah sebelumnya melakukan seleksi rekrutment di SMK Negeri 1 Karawang dan SMK Cikini KIIC.
“Yang daftar dari Wadas 100 orang lebih, yang diterima hanya dua, karena perusahaan menilai kualifikasinya belum terpenuhi. Ke depan, sistem rekrutmen akan dilakukan secara digital agar lebih transparan,” ujar Dedi, Senin (28/7).
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karawang akan menggelar pelatihan matematika dasar bagi warga yang belum lolos seleksi.
Pelatihan ini akan dilakukan di Kantor Desa Wadas sebagai bentuk pembekalan dasar sebelum kembali membuka peluang kerja berikutnya.
Gubernur Dedi juga menyinggung praktik-praktik yang membebani calon pekerja, seperti mewajibkan medical check-up atau membuat SKCK sebelum dinyatakan diterima kerja.
“Jangan belum diterima kerja sudah medical check-up, akhirnya pinjam uang ke bank emok. Itu membebani rakyat,” katanya.
Tonton Juga : PRIYATNA ABDURRASYID, JAKSA PEMBERANI PEMBERANTAS KORUPSI
Sementara itu, Ketua DPC Peradi Karawang, Asep Agustian, melontarkan kritik tajam terhadap penyelesaian konflik ketenagakerjaan ini yang dinilainya cenderung “dilemparkan” ke ranah Gubernur.
“Apakah dengan bertemu KDM (Kang Dedi Mulyadi) masalah ini langsung selesai? Ini kan persoalan Karawang. Seolah-olah Karawang tidak punya Bupati,” tegas Asep.
Ia menyesalkan sikap manajemen PT FCC Indonesia yang dianggap tidak menunjukkan itikad baik terhadap warga Karawang.
Askun, sapaan akrabnya, mempertanyakan keberanian General Manager (GM) perusahaan dalam memberikan sanksi kepada HRD Manager yang pernyataannya dinilai melecehkan masyarakat lokal.
“Pernyataan HRD yang seolah menyebut warga Karawang sulit diajari dan tidak layak kerja, itu sudah membuat gaduh satu kabupaten. Ini bukan sekadar persoalan personal, tapi menyangkut harga diri masyarakat Karawang,” tandasnya.
Lebih lanjut, Askun menyinggung pentingnya penegakan Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang ketenagakerjaan lokal, yang mengatur komposisi minimal 60 persen pekerja dari Karawang.
Ia meragukan Dinas Tenaga Kerja memiliki data valid terkait implementasi aturan tersebut.
“Kalau memang perusahaan patuh, tunjukkan datanya. Jangan hanya klaim. Ini pertanyaan publik yang harus dijawab,” tegasnya.
Asep juga meminta agar Kepala Dinas Tenaga Kerja Karawang tidak dipindahkan dari jabatannya, karena menurutnya telah menunjukkan keberanian dalam menangani persoalan ini.
“Di Karawang ini kita punya Bupati, Wakil Bupati, dan Sekda. Sekda adalah matahari bagi ASN, Bupati adalah matahari bagi masyarakat. Jadi, tolong kewenangan daerah jangan disepelekan,” pungkasnya.(uty)