ROMPI TAHANAN: Tersangka kasus dugaan korupsi PDAM Karawang digiring petugas Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, kemarin.
Termasuk Mantan Kasubbag dan Rekanan
BANDUNG, RAKA – Sejak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan PDAM Karawang tanggal 23 Juli 2019, akhirnya Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menahan eks Direktur Utama PDAM Tirta Tarum Yogie Patriana Alsjah, Jumali eks Kasubbag Perencanaan Teknik PDAM Tirta Tarum dan Didi Pramadi dari PT Darma Premandala selaku rekanan PDAM Tirta Tarum. Ketiganya dinilai diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,6 miliar.
Penahanan dilakukan setelah ketiganya menjalani pemeriksaan di Bagian Pidsus Kejati Jabar, Jln. L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, Senin (17/2). Ketiga tersangka begitu keluar dari ruang pemeriksaan sudah mengenakan rompi tahanan dan langsung digiring ke mobil tahanan. Selanjutnya, mereka dibawa ke Rutan Klas 1 Bandung (Rutan Kebonwaru) untuk menjalani penahanan selama 20 hari ke depan. “Kita langsung melakukan penahanan terhadap tiga orang tersangka,” ucap Kasipenkum Kejati Jabar Abdul Muis Ali.

Abdul Muis mengatakan, penahanan dilakukan berdasarkan Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (T-2) Tingkat Penyidikan Nomor : Print-90/M.2.1/Fd.1/02/2020 tanggal 17 Februari 2020. “Penahanan dimulai sejak hari ini, Senin 17 Februari 2020 hingga 7 Maret 2020,” tuturnya.
Ia melanjutkan, kasus tersebut berawal pada 29 September 2015. Saat itu, PDAM Tirta Tarum Karawang memiliki sisa anggaran sebesar Rp19 miliar lebih yang belum terpakai. Mendapati hal tersebut, Yogie selaku dirut berinisiatif membuat pekerjaan peningkatan kapasitas atau uprating Instalasi Pengelolaan Air (IPA) di PDAM Tirta Tarum Karawang cabang Telukjambe dengan anggaran Rp5 miliar. Padahal, Yogie mengetahui jika di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PDAM tahun 2015 tidak ada kegiatan uprating IPA di Telukjambe. Sementara di sisi lain, syarat kegiatan untuk dilakukan pelelangan itu harus ada tercantum dalam RKAP. Abdul menuturkan, Yogie kemudian meminta bawahannya, Jumali untuk membuat justifikasi teknis sebagai dasar untuk dilakukan pelelangan. Setelah dokumen justifikasi teknis selesai, Yogi lalu memerintahkan Jumali tersangka lainnya sebagai PPK, untuk mengurus dan menyerahkan kepada panitia pelelangan untuk dilakukan proses lelang dengan menggunakan metode pelelangan umum. Proses pelelangan itu akhirnya dimenangkan oleh PT Darma Premandala dengan direktur Didi Pramadi.
Pada tahun 2016, bupati Karawang mengesahkan anggaran sebesar Rp5 miliar untuk uprating IPA. Saat itu, Yogie meminta Jumali untuk membuat kontrak baru, dengan dasar kontrak yang lama tanpa ada proses lelang. Menurut Abdul, diduga ada pelanggaran dalam pengerjaan tersebut. Pasalnya, pelaksanaannya sesuai kontrak bukan secara multiyears. “Sudah dilakukan pembayaran dengan cara dua tahap 50 persen dan 50 persen di tahun 2016. Padahal pekerjaan sudah dilaksanakan sejak tahun 2015 dan bukan pekerjaan multiyears,” jelasnya.
Abdul mengatakan, tim ahli lalu melakukan observasi dan analisa. Hasil pemeriksaan, diperoleh selisih harga sebesar Rp2.687.012.333,10 yang merupakan kerugian negara dalam pekerjaan tersebut. Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Intinya di sini modusnya mereka melakukan pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis dan volume atau mutu,” tuturnya. (psn/gm/rm)