
PURWAKARTA, RAKA – Industri keramik Plered Purwakarta kini tengah dilanda kegalauan. Pasalnya, hingga kini para perajin belum menerima kepastian order dari Amerika Serikat sejak terakhir kali mengikuti pameran furnitur internasional IFEX pada 10 Maret 2025 lalu.
Eman Sulaeman (55), salah satu pengrajin senior menyebutkan bahwa biasanya Amerika melakukan repeat order (pemesanan berulang), minimal setahun tiga kali. Namun sekarang, belum ada satu pun kabar mengenai hal tersebut.
Diungkapkan Eman, biasanya ekspor ke Negeri Paman Sam mencapai tiga kontainer per tahun dengan nilai sekitar Rp500 juta hingga Rp600 juta.
Baca Juga : Kemenag Mulai Serahkan Koper Milik Jemaah Haji
Dirinya yang sempat merasa optimis tren ekspor akan naik, kini merasa terpukul, terlebih saat ini angkanya masih nol.
“Saya pikir bakal naik jadi sepuluh kontainer, ternyata yang tiga saja hilang,” ujar Eman, Jum’at (25/4).
Kondisi ini, menyebabkan kerugian yang tak terhindarkan bagi para perajin. Model keramik vas bunga yang biasa diekspor ke luar negeri kini hanya terpajang di toko milik para perajin di Plered, Purwakarta.
Eman menduga, kondisi ini sedikit besarnya disebabkan kebijakan tarif impor yang diberlakukan pemerintah AS sejak era Trump dan masih berimbas hingga kini.
Tonton Juga : INDRO URUS ANAK-ANAK DONO, KASINO
“Mungkin ini efek dari kebijakan itu juga, kami tunggu saja tiga bulan ke depan,” ucapnya sambil berharap.
Untuk sementara, ia dan para pengrajin lain terpaksa memutar haluan ke pasar lokal. Meski begitu, ia menyebut pasar lokal belum mampu menutup kerugian dari pasar ekspor yang terhambat.
“Sekarang 70 persen ke lokal, sisanya baru kami coba ke ekspor, utamanya ke Eropa,” ujarnya.
Selain itu, dampak dari kondisi ini juga mulai dirasakan para pekerja. Tidak adanya orden dalam satu bulan ke belakang, menjadikan dilakukannya efisiensi terhadap produksi keramik.
Dari tiga kelompok kerja, baru satu yang dapat beroperasi, itupun jumlah pengrajin yang bekerja dikurangi.
“Baru satu dari tiga kelompok kerja yang bisa beroperasi, itu pun hanya untuk pasar lokal. Yang biasanya 20 orang yang mengerjakan, kini hanya tujuh orang sudah cukup,” katanya.
Eman dan pengrajin lain di Plered kini hanya bisa berharap situasi segera membaik.
“Kalau tidak ada perubahan, bukan cuma angka ekspor yang turun, nasib para pengrajin bisa ikut tenggelam,” katanya. (yat)