Pengaplikasian Diskon Bagaikan Pisau Bermata Dua, Mengapa?
Peningkatan angka persentase penjualan dapat dilakukan dengan berbagai teknik promosi penjualan seperti memanfaatkan iklan, diskon, influencer, endrosement ataupun beragam teknik promosi penjualan lainnya.
Pemanfaatan teknik promosi penjualan dapat meningkatkan persentase penjualan. Oleh karena itu, setiap perusahaan akan mencari teknik promosi penjualan terbaik yang dapat diaplikasikan untuk produk atau jasa yang ditawarkan guna mendukung peningkatan persentase penjualan. Bayangkan Anda sedang berjalan di salah satu pusat perbelanjaan dan Anda menemukan papan bertuliskan diskon hingga 50%. Hal ini akan menarik perhatian Anda untuk mengunjungi toko tersebut dan berharap menemukan produk dengan harga terbaik untuk Anda beli. Reaksi tersebut merupakan reaksi pengunjung yang diharapkan oleh bisnis yang menerapkan diskon sebagai teknik promosi penjualan mereka. Menurut penulis pemasaran terkenal, Kent B Monroe, diskon mengacu pada “pengurangan harga” (Monroe, 2003).
Saat ini, penggunaan diskon sebagai daya tarik bagi pengunjung sudah sangat umum dan popular. Usaha atau bisnis apapun akan menggunakan diskon sebagai cara untuk meningkatkan persentase angka penjualan dan menarik perhatian dari para pengunjung. Selain itu, penggunaan diskon juga bertujuan untuk menarik perhatian dari pelanggan baru dan mendorong pengunjung tersebut untuk tertarik dan membeli produk yang ditawarkan. Biasanya, penerapan diskon dilakukan untuk menjual kelebihan stok atau produk yang dimiliki bagi usaha tersebut.
Diskon yang ditawarkan oleh setiap merek pun akan beragam-ragam seperti diskon 50%, diskon 30+30%, beli 1 gratis 1, serta penawaran menarik lainnya. Penggunaan diskon akan mengakibatkan konsumen menjadi impulse buying yang berarti proses mengubah daya tarik konsumen yang awalnya tidak berniat untuk membeli menjadi membeli. Pada saat pembelian, konsumen akan merasa puas atau senang karena telah berhasil membeli suatu produk atau jasa dengan harga yang lebih ekonomis dari harga sebelum dipotong oleh penawaran diskon. Namun, ketika penawaran diskon yang diberikan telah berakhir maka akan menimbulkan dampak pada kondisi penjualan yang akan mengalami perubahan.
Apabila penawaran diskon telah berakhir, biasanya penjualan akan mengalami kondisi penurusan pasca promosi atau dikenal sebagai post promotion dip (Van Heerde, Leeflang, & Wittink, 2000). Forward Buying dan Stockpiling merupakan alasan penjualan pada suatu merek akan mengalami penurunan pasca promosi dengan demikian hal ini menjadi akibat langsung dari peningkatan penjualan sebelumnya. Forward buying merupakan tindakan yang dilakukan oleh pembeli untuk melakukan suatu transaksi pembelian meskipun produk tersebut belum diperlukan, contohnya seperti Anda melihat merek pasta gigi Anda sedang diskon dan memutuskan untuk membelinya, meskipun Anda masih memiliki stok pasta gigi tersebut dirumah. Sedangkan, Stockpiling merupakan tindakan untuk membeli produk dalam jumlah yang lebih dari yang dibutuhkan, contohnya ketika Anda pergi ke pusat perbelanjaan untuk membeli sebungkus deterjen, kemudian Anda melihat bahwa detergent tersebut didiskon, dan Anda memutuskan untuk membeli tiga bungkus ekstra untuk penggunaan di masa mendatang. Namun, terdapat alasan ketiga yang disebut sebagai inaction inertia (Putten, 2005).
Inaction inertia didefinisikan sebagai perilaku konsumen yang kehilangan momentum dari diskon sebuah merek, kemudian menyebabkan konsumen mengambil keputusan untuk membeli dari merek lainnya atau dikenal dengan brand switching. Penelitian dari Marcel Zeelenberg dan Marijke van Putten dari Tilburg University tentang ‘The Dark Side of Discounts: An Inaction Inertia Perspective on the Post-Promotion Dip’ dari Jurnal Psikologi dan Pemasaran menunjukan bahwa post promotion dip yang yang terpengaruh oleh Inaction inertia menyebabkan konsumen memilih untuk brand switching.
Banyak pelaku usaha tidak menyadari bahwa adanya kerugian yang ditimbulkan oleh pengaplikasian diskon. Ketika suatu produk sedang diskon, beberapa konsumen hanya membelinya dengan alasan harga yang lebih rendah. Mereka tidak terlalu peduli dengan merek selama mereka mendapat potongan harga atau diskon tersebut. Namun, setelah periode diskon berakhir, konsumen cenderung tidak ingin membeli produk dengan harga lebih tinggi. Hal ini dikarenakan, konsumen merasa dapat memperoleh produk dengan harga lebih murah ketika ada diskon atau membelinya dari toko lain. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha harus lebih mempertimbangkan terkait profitabilitas dan citra jangka panjang dibandingkan jangka pendek dari penggunaan diskon. Tidak hanya itu, beberapa pelaku usaha masih lebih mementingkan peningkatan penjualan mereka tanpa menyadari adanya konsekuensi yang harus dihadapi setelah periode diskon berakhir.
Penerapan dari diskon perlu diperhatikan oleh setiap pelaku usaha bukan hanya saat penerapan atau perancangan diskon tersebut, tetapi juga harus mempertimbangkan konsekuensi yang ditimbulkan dari post promotion dip. Hal tersebut perlu diperhatikan agar penggunaan diskon tidak menjadi pisau bermata dua atau justru memberikan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dampak positif pada peningkatan persentase penjualan. Selain itu, diskon yang ditawarkan oleh sebuah merek harus dapat bekerja secara optimal dalam jangka panjang dan memiliki keunikan agar konsumen tetap membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh sebuah merek pasca promosi dan memiliki loyalitas terhadap merek tersebut.
Hal-hal berikut perlu Anda perhatikan sebelum mengaplikasin diskon pada bisnis anda yaitu (1) Menggunakan diskon tanpa mengurangi nilai dari produk atau jasa. (2) Mempertimbangkan cara produk ditampilkan atau dipromosikan guna menyesuaikan dengan musim, ukuran, kuantitas, dan hal-hal lain yang dapat membuat penawaran diskon menjadi menonjol. (3) Mempersiapkan rencana promosi diskon yang akan dilakukan berikutnya guna meningkatkan loyalitas dari konsumen dan meningkatkan persentase penjualan. (*)
*) Simplisius Leandro Okhotan
Mahasiswa S2 Management Technology President University