90 Persen Hutan Mangrove Rusak

KARAWANG, RAKA – Wilayah pesisir di Kabupaten Karawang harus serius diawasi. Karena jika lengah, bukan tidak mungkin kondisi lingkungan semisal hutan mangrove akan semakin rusak.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat (Jabar) Prima Mayaningtyas menyebut 90 persen hutan mangrove di wilayah Pantura Jabar dalam kondisi rusak. Luas hutan mangrove di wilayah pantura Jawa Barat mencapai 43.000 hektare. Dengan kondisinya yang rusak itu bisa meningkatkan ancaman abrasi ke sejumlah wilayah.
“Di luas (total) 43 ribu hektare itu 90 persennya sudah rusak. Itu ada wilayah Indramayu, Subang, Karawang dan Cirebon,” kata Prima usai acara Forum Group Discussion Restorasi Mangrove di Pesisir Utara, di Kantor DLH Jabar, Bandung, Selasa (21/6).
Dalam catatannya, daerah pesisir Kabupaten Indramayu banyak yang terkena abrasi akibat kerusakan mangrove. Kondisi itu diperparah dengan kasus degradasi habitat mangrove di wilayah Jawa Barat mencapai 61 persen dan untuk terumbu karang yang rusak sudah mencapai 44 persen. “Kalau mangrovenya kondisi rusak atau tidak ada, maka akan berdampak besar bagi lingkungan seperti terjadinya banjir rob, karena mangrove tak bisa jadi berier lagi. Oleh karena itu kita berupaya agar kondisi mangrove bisa semakin kuat,” tuturnya.
Pihaknya juga mengajak berbagai komunitas untuk mengatasi permasalahan mangrove di Jawa Barat, mengingat jika dilakukan oleh pemerintah itu merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. “Penunggalan kerusakan mangrove sejalan dengan arahan dari Pak Presiden dan ada tiga dinas terkait yang terlibat dalam penanggulangan masalah kerusakan mangrove. Ada DLH Jawa Barat, Diskanlut Jawa Barat dan Kehutanan,” katanya.
Di DLH Jawa Barat terdapat bidang konservasi sumber daya alam dan bidang ini yang akan menangani masalah kerusakan mangrove. Sementara itu, Yayasan Wanadri menyatakan ada sekitar 190 hektare hutan mangrove di Desa Mayangan, Kabupaten Subang, yang dijadikan model penelitian pihaknya terkait penanggulangan kerusakan mangrove di Jawa Barat. “Nanti tergantung pemda dukungannya seperti apa. Kami mencoba membuat sebuah model baik itu penelitian sampai penanaman mangrove. Karena penanaman mangrove tak bisa dilakukan sepanjang tahun tapi ada waktu tertentu,” kata Ketua Yayasan Wanadri Tri Wahyu.
Wanadri juga mencatat saat ini sejumlah daerah pesisir sudah hilang dan teredam rob. Abrasi air laut juga semakin naik, dan menumpuk karena mangrove tidak ada. “Mangrove itu fungsinya banyak bisa jadi penahan,” ujarnya.
Kepala Desa Pasirjaya Kecamatan Cilamaya Kulon Abdul Hakim menuturkan, tanaman mangrove memang bisa mencegah terjadinya air pasang masuk ke pemukiman warga, namun untuk saat ini masyarakat pesisir Utara lebih membutuhkan pemecah gelombang untuk menahan air pasang yang lebih besar. Karena akan terasa percuma jika dengan keadaan seperti sekarang ini bibit tanaman mangrove ditanam, terkecuali jika pemecah gelombangnya sudah ditanam terlebih dahulu. “Tidak percuma kalau manggrovenya sudah gede, justru bagus. Karena tanaman mangroove memiliki akar yang kuat dan lebat. Tapi harus dimulai dari bibit, dan bibit tanaman mangrove itukan rentan, kurang cocok kalau dengan keadaan sekarang. Mending didahulukan pecah gelombangnya,” tuturnya.
Ia mengaku bukan sekali dua kali menanam bibit mangrove di sempadan pantai Tanjungbaru, namun pohon yang hanya tumbuh di pantai itu perlu perawatan yang intens dan memiliki pertumbuhan yang cukup lama agar manfaatnya bisa dirasakan. Ia juga sejak dahulu sudah merencanakan untuk membudidayakan pohon mangrove di pantai Tanjungbaru, bahkan sudah pernah ditanam. Namun hasilnya belum memuaskan karena terjangan air laut yang tidak bisa diperkirakan, sehingga seringkali merusak tanaman-tanaman tersebut. Terlebih pantai utara pesisir Karawang saat ini. Nampaknya keadaan alam seperti mulai menunjukkan tajinya, karena dalam beberapa bulan terakhir, tiga kali terjangan air rob sudah memasuki pemukiman warga. Selain itu ia juga sudah mempersiapkan untuk merealisasikan infrastruktur jalan menuju wisata pantai Tanjungbaru, agar para pengunjung bisa menikmatinya kembali. Namun alangkah lebih baiknya infrastruktur jalan yang bagus itu didampingi dengan pemecah gelombang yang bisa membuat masyarakat merasa aman. “Pemerintah Kabupaten Karawang harus lebih serius menata pesisir Utara Karawang, bukan hanya di Tanjungbaru saja, tapi di kecamatan-kecamatan lain yang ada di sempadan pantai Karawang perlu juga diperhatikan. Karena semakin kesini daratan semakin habis terkikis oleh ganasnya air laut,” ujarnya.
Ketua Pokmaswas Karawang Sahari mengatakan, pengawasan berwenang mencatat, dan melaporkan terkait adanya pelanggaran perusakan lingkungan di wilayah pesisir, yang meliputi pengambilan pasir laut, penebangan mangrove, perusakan terumbu karang dan pengguna alat tangkap tidak ramah lingkungan ke Dinas Kelautan dan Perikanan hingga Polairud. Seorang warga pesisir Pasirputih, Rajim mengatakan, mangrove yang tumbuh di Pasirputih adalah hasil tiga tahun masyarakat menanam sendiri, agar lahan-lahan ini tetap lestari. Sebab, selama ini tidak ada satupun bantuan pemerintah pusat untuk pelestarian mangrove di Pantai Pasirputih. “Pinjaman modal untuk merawat dan melestarikan mangrove pun tidak ada,” ujarnya.
Ia melanjutkan, mengambil pasir laut saja untuk penyelamatan pemukiman warga pesisir dibatasi, sehingga pihaknya seringkali harus berhadapan dengan pihak dan oknum yang mengaku-ngaku pengawasan. “Kita swadaya sendiri tanam mangrove, tidak ada bantuan pemerintah, pembinaannya, apalagi permodalannya,” katanya. (psn/dbs)