HEADLINE

Nelayan Rajungan Babak Belur
-Efek Perang Rusia: Ekspor Merosot, Harga Melorot

KARAWANG, RAKA – Dalam lima tahun terakhir, rajungan menjadi salah satu primadona ekspor perikanan. Hasil tangkapan yang melimpah dengan harga yang bernilai. Maka wajar jika laut Karawang menjadi salah satu lokasi perburuan rajungan yang paling diminati oleh nelayan di berbagai wilayah. Namun, situasinya saat ini sedikit berubah. Harganya anjlok, juga berkurangnya hasil tangkapan.
Rumah (35) warga Desa Bungko, Kecamatan Petakan, Cirebon, yang dengan sengaja mencari rezeki di laut Karawang. Rumah mengaku sudah menahun mencari rajungan di laut Karawang hingga Jakarta.
“Biasanya saya bulan sebelas (November) sampai bulan dua (Februari) ada di Karawang,” katanya saat ditemui di Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Sabtu (5/11).

Lebih lanjut, Rumah beranggapan di bulan November sampai Februari itu biasanya rajungan lebih banyak di Karawang, dibandingkan di wilayahnya. Meski begitu, dia juga mengakui belakangan ini hasil tangkapannya tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya.
“Sekarang paling dapat 25 kilo (kilogram), bahkan pernah cuma dapat 5 kilo sehari,” ujar Rumah yang mengaku melaut sejak 2008.

Rumah menyebut harga rajungan saat ini hanya Rp45 ribu per kilogram, berbeda dengan tahun 2021 yang tembus di angka Rp120 ribu per kilogram. Sedangkan setiap berangkat mencari rajungan membutuhkan biaya minimal Rp600 ribu untuk keperluan solar, makan dan lainnya.
Menurutnya kenaikan harga BBM juga sangat berdampak terhadap nelayan. Sedangkan harga solar di eceran saat ini sudah Rp9000 per liter.
“Ya sudah menerima apa adanya, yah nasib orang nelayan sudah kayak gini,” ujarnya.

Di samping hasil tangkapan berkurang dan harga rajungan anjlok, Rumah pun sampai saat ini belum merasakan bantuan dari pemerintah untuk keperluan nelayan.
“Sejak dulu saya belum pernah mendapat bantuan apa pun,” pungkasnya.
Menurut Pengurus Serikat Nelayan Pasir Putih, Masrukhin, rajungan biasanya terjual seharga Rp100-120 ribu per kilogram, sekarang hanya di kisaran Rp20-25 ribuan. Anjloknya harga ini, kata Masrukhin merupakan dampak perang Rusia-Ukraina dalam memperparah harga rajungan. Terang saja, Amerika yang biasa menjadi sasaran ekspor 80 persen rajungan Indonesia setelah Udang dan Tuna, sekarang mereka tidak beli rajungan dari Indonesia, termasuk juga sejumlah negara di Eropa. “Di Jabar sendiri, Karawang ini tertinggi tangkapan rajungan, dan menempatkan Karawang sebagai penghasil rajungan tertinggi di Jabar. Kami harap, pemerintah bisa segera sikapi serius harga rajungan ini agar bisa kembali normal ditingkat nelayan,” katanya
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Karawang Abu Bukhari mengakui harga pada rajungan saat ini sedang anjlok. Menurutnya, harganya berada di kisaran Rp 40 ribu per kilogram dari sebelumnya mencapai Rp 100 ribu lebih. “Bahkan saya dengar itu bisa harga jualnya bisa sampai Rp 20-25 ribuan per kilogram,” kata Abuh kepada wartawan.
Hanya saja, Abuh mengaku belum bisa memastikan penyebab harga rajungan anjlok. Berdasarkan laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada tahun 2017 nilai ekspor rajungan dan kepiting Indonesia baru sebesar US$409,81 juta atau sekitar Rp6,14 triliun (kurs Rp14.991/US$). Nilai ekspornya kemudian sempat naik menjadi US$472,96 juta pada 2018, namun turun menjadi US$393,49 juta pada 2019. Saat awal kemunculan pandemi nilai ekspor rajungan dan kepiting nasional kian turun menjadi US$367,51 juta pada 2020. Kemudian nilainya meningkat pesat menjadi US$613,24 juta pada 2021, tumbuh 66,86% secara tahunan (year-on-year/yoy) sekaligus menjadi rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. (mra)

Related Articles

Back to top button