KARAWANG

Garapan Hutan LMDH Lodaya Mukti Menyusut

JELEK : Akses jalan di wilayah Telukjambe yang tidak tersentuh pembangunan.

TELUKJAMBE BARAT, RAKA – Lodaya Mukti adalah salah satu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di kawasan hutan Kutatandingan, Kabupaten Karawang yang berada di bawah pengelolaan Perhutani. Secara kewilayahan, setiap LMDH dimasukkan ke dalam desa terdekat, adapun Lodaya Mukti masuk ke wilayah Desa Wanajaya, Kecamatan Telukjambe Barat. “Tapi kalau bikin KTP ya mereka bikin di desa asal, misal yang asalanya dari Desa Margakaya ya mereka buat KTP disana,” terang Ketua LMDH Lodaya Mukti Oman (60), Sabtu (1/2).

Masyarakat telah sejak lama menempati kawasan hutan yang sebenarnya tidak boleh ditinggali. Namun dengan kebijakan Perhutani 2006 lalu mereka diizinkan tingal dengan membentuk LMDH.

Luas LMDH Lodaya Mukti saat itu mencapai 400 hektare yang terdiri dari 5 blok diantaraya Cilele, Pasir Tonjong, Kiara Hayam, Cangkuang dan Cipecang. Namun selama 2 tahun ke belakang mereka hanya menempati 100 hektare, setelah 300 hektare sisanya menjadi dibatasi panel pembatas oleh PT Pertiwi Lestari (PT PL).

Mengenai beralihnya sebagian wilayah ke PT PL, pihak perusahaan telah memberi kompensasi kepada masyarakat yang memiliki rumah sebesar Rp30 juta. Namun sayangnya kompensasi ini tidak berlaku untuk warga yang hanya memiliki lahan garapan di wilayah tersebut. “Kalau diperbolehkan kembali ke hutan masyarakat siap menggarap, tapi kalau tidak boleh, kami mengaharapkan ada perhatian dari perusahaan, karena di lahan garapan tersebut ada tanaman warga yang kalau panen itu bagi hasil dengan Perhutani,” ungkapnya.

Di sisa wilayah LMDH Lodaya Mukti saat ini kurang lebih terdapat 60 KK yang menempati. Mereka semua tidak menikmati infratruktur desa sebagaimana pada umumnya karena memang peraturan tentang kawasa hutan ini tidak boleh dilakukan pembangunan selain untuk kegiatan kehutanan. “Tujuan dibentuknya LMDH sediri merupakan kebijakan Perhutani untuk mengayomi masyarakat dan mengizinkan mereka tingal dan menggarap lahan dengan catatan dapat saling mengugtungkan yakni menjaga kelestarian hutan,” ujarnya.

Wilayah LMDH Lodaya Mukti pun tidak ada aliran listrik dari PLN, hal ini memang sulit diupayakan karena terbenturnya peraturan. Masayarakat memang mengharapakan adanya listrik, namun secara pribadi ia tidak menuntut karena jika litrik masuk hutan malah akan menimbulkan efek negatif.

Pertama, kawasan hutan yang mestinya lestari cenderung akan rusak karena berubahnya gaya hidup masyarakat. Kedua, ia menilai masyarakat Lodaya Mukti belum siap menerima perubahan, jika ada listrik mereka tentu punya pengeluaran lebih untuk membayar listrik dan memenuhi gaya hidup seiring adanya listrik. Selain itu jika telah alih fungsi lahan hutan menjadi pemukiman, akan banyak pendatang dan akhirnya mereka sendiri yang menjadi penononton karena kesiapan SDM yang kurang. “Kita hidup di hutan ini ada aturannya yang mesti kita hormati, kalau mau hidup di hutan, ya berperilakulah selayaknya di hutan, kita yang mesti menyesuaikan,” tuturnya.

Meski demikian jika pemerintah tidak bisa membangun infratruktur di kawasan hutan, setidaknya masyarakat bisa membangun kualitas SDM bagi masyarakat setempat. “Karena pendidikan itu substansial, di Undang-Undang Dasar pun disebutkan kewajiban pemerintah untuk mencerdaskan anak bangasa,” pungkasnya. (cr5)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button