Gerakan Literasi Sekolah Perpustakaan Jalanan Cilamaya
KARAWANG, RAKA – Komunitas Perpustakaan Jalanan Cilamaya kembali mengadakan Gerakan Literasi Sekolah bagi siswa. Kegiatan ini berlangsung di SMP Negeri 1 Cilamaya Wetan pada Kamis (29/8). Ketua Komunitas Perpustakaan Jalanan Cilamaya, Mochamad Ezzy Fahlepi mengatakan melalui kegiatan ini menimbulkan dampak positif bagi siswa seperti adanya kenaikan minat membaca yang saat ini mencapai 50 persen dan siswa menjadi rajin menulis. Tidak hanya itu, ia menambahkan kegiatan itu juga menjadi salah satu langkah dalam memperkenalkan komunitas kepada pihak sekolah. “Output yang sudah terlihat, di antaranya, mereka jadi tau mengenai keberadaan perpusjal, dan kita pun jadi tahu akan minat mereka di literasi, khususnya dalam menulis. Untuk minat baca siswa sekarang sudah 50 persen,” ujarnya.
Dalam kegiatan pun mengajak PT. Jawa Satu Power, Maryono, Humas PT. Jawa Satu Power mengungkapkan untuk pihak perusahaan terlibat dalam bentuk pemberian akomodasi dan fasilitas. Ia melanjutkan kegiatan tersebut diadakan di 3 sekolah, pertama di SMP IT Al-Huda Cilamaya, kedua SMPN 1 Cilamaya Wetan, MTS 1 Cilamaya. Melalui kegiatan ini diharapkan agar dapat meningkatkan minat baca untuk siswa SMP. “Kami hanya mendukung saja karena kegiatan besar ada bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Untuk saat ini hanya sosialisasi, kami hanya mendukung beberapa akomodasi dan fasilitas untuk kegiatan saja belum dalam bentuk barang. Kami hanya mengikuti jadwal dari teman-teman komunitas perpustakaan jalanan saja. Kami ingin meningkatkan pengetahuan anak-anak dengan membaca, karena tingkat membaca di anak-anak SMP sudah sangat menurun dengan ada alat elektronik,” ungkapnya.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMP Negeri 1 Cilamaya Wetan, Asep Agus Surya Permana menjelaskan untuk tingkat minat membaca siswa di sekolah telah membaik setelah adanya kegiatan literasi. Selain itu faktor lain peningkatan minat baca berasal dari adanya program P5 bagi siswa. Tidak hanya itu, pihak sekolah juga melarang siswa untuk mengakses handphone ketika di sekolah. “Bagus karena kita di hari Jumat ada kegiatan literasi dan ditambah dengan program P5 yang membaca dongeng bagi siswa. Biasanya kalau ada kegiatan literasi, anak disuruh membawa buku bacaan sendiri. Kalau membawa handphone masih dilarang, karena kami mencegah adanya hal negatif. Dalam satu bulan hanya satu kali pelaksanaan literasi bagi anak,” jelasnya.
Meski telah mengalami perbaikan, namun siswa masih sulit dalam mencari sumber bacaan. Buku bacaan yang disediakan pihak sekolah hanya sebanyak 2000. Ia mengaku petugas perpustakaan sekolah mengenakan biaya perawatan buku sebesar 10 ribu dalam satu tahun kepada siswa. “Outputnya mengarah ke perbaikan perilaku siswa. Kesulitan anak itu mencari sumber bacaan, karena anak-anak tidak ingin membaca tapi perlu adanya arahan dari kami. Kami juga menyiapkan buku sekitar 2000 di perpustakaan, itu di luar buku pelajaran. Tidak setiap tahun diperbaharui, tergantung dari kebijakan sekolah. Setiap anak meminjam buku di perpustakaan diminta biaya perawatan, biayanya 10 ribu dari 11 pelajaran dalam satu tahun untuk menggantikan plastik buku. Harapannya anak-anak dapat mencari sumber bacaan selain di perpustakaan sekolah,” tutupnya. (nad)