
radarkarawang.id – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, melarang guru beri hukuman fisik pada siswa. Hal ini tertuang dalam surat edaran Nomor: 158/PK.03/KESRA terkait larangan penerapan hukuman fisik untuk siswa.
Dalam SE yang ditandatangani oleh Gubernur Dedi Mulyadi itu meminta para guru agar tidak lagi menghukum siswa nakal secara fisik, tetapi harus bersifat edukatif.
Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar Herman Suryatman mengatakan, siswa nakal seharusnya diberikan hukuman edukatif, bukan fisik. Hukuman fisik yang diberikan guru justru bakal menimbulkan masalah baru. Maka dari itu, melalui SE ini para guru di sekolah Jabar diarahkan untuk memberikan hukuman yang bersifat edukatif seperti kerja bakti.
“Anak-anak yang khusus ini harus edukatif gitu. Jadi menyelesaikan masalah tanpa masalah, bukannya menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru. Ini kan pendidikan, learning, jadi kalaupun ada punishment itu yang edukatif,” kata Herman, Senin (10/11).
Herman menjelaskan, pendidikan anak tidak hanya bersifat formal saja di dalam kelas. Mereka juga dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti bersih-bersih sekolah atau menyiram tanaman. Maka dari itu, memberi hukuman edukatif dirasa lebih berdampak ketimbang fisik.
“Gubernur menyampaikan, misalnya kerja bakti, bersih-bersih di sekolah, kan bagus. Toh, bersih-bersih di sekolah kan kewajiban semua, bukan kewajiban petugas kebersihan, misalnya,” ujarnya.
“Dulu waktu kita sekolah, kan ada piket tuh. Kita semuanya punya rasa memiliki, tidak hanya mengandalkan petugas kebersihan, tapi anak-anak terlibat. Bahkan bukan hanya anak yang khusus tadi yang harus diberikan atensi, warga sekolah semuanya harus aware,” lanjutnya.
Lebih lanjut, kata Herman, seorang tenaga pengajar harus punya cara cerdik dalam mendidik para muridnya. Pendekatan pedagogi berbasis edukatif adalah salah satu cara yang pas di tengah tantangan media sosial.
“Bagaimana memberikan punishment yang proporsional dan menjadi solusi, sehingga anak melakukan perbaikan dari dalam. Itu kan bagus ya. Karena sebetulnya dinamika anak-anak ini kan khas. Harus dilakukan dengan pendekatan pedagogi, tidak bisa dengan pendekatan yang lain Harus pedagogi, harus edukatif,” tegasnya.
Menurutnya, SE tersebut sudah langsung berlaku setelah tiap sekolah tingkat SMA dan SMK menerimanya. Aturan tersebut juga diterapkan di tingkat SD – SMP di bawah kewenangan pemerintah kota.
“Setelah surat edaran itu dikeluarkan dan minggu kemarin sudah diterbitkan surat edarannya. Setelah diterbitkan kami mengharapkan jajaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat untuk SMA-SMK, kemudian jajaran Kemenag untuk MA, MTs, dan MI, dan jajaran pemerintah kota untu SD, SMP. Ada jelas di surat edaran itu,” paparnya.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang menegaskan akan menindaklanjuti Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Kepala Disdikpora Karawang, Wawan Setiawan, menjelaskan bahwa surat edaran tersebut menegaskan larangan keras terhadap segala bentuk hukuman fisik bagi siswa yang melanggar aturan sekolah. “Intinya, dalam proses belajar mengajar, jika ada siswa yang melanggar tata tertib, penyelesaiannya dilakukan secara bertahap, tidak dengan kekerasan fisik seperti tamparan atau hukuman serupa,” ucapnya.
Menurutnya, SE Gubernur tersebut mengatur bahwa setiap pelanggaran siswa harus ditangani melalui tahapan pembinaan, mulai dari teguran lisan, teguran tertulis, hingga konseling.
“Kalau pun ada kegiatan seperti membersihkan toilet, halaman sekolah, atau kegiatan sosial lainnya, itu hanya dilakukan setelah melalui proses konseling dan bersifat pembinaan, bukan hukuman,” jelasnya.
Dalam edaran tersebut, Gubernur menekankan pentingnya menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, inklusif, dan berkarakter, sekaligus menegakkan tata tertib dengan cara yang mendidik untuk mewujudkan generasi Gapura Pancawaluya, yakni peserta didik yang Cageur, Bageur, Bener, Pinter, tur Singer. (jpg/asy)



