PURWAKARTA

HAM dan Perempuan Belum Ditanggapi Serius

PURWAKARTA, RAKA – Sebagai upaya untuk melindungi hak-hak perempuan. Komunitas Swara Saudari Purwakarta akan menghelat diskusi dengan tema “Menyusuri Kejahatan Seksual Pada Remaja Toxic Relationship.” Kordinator Swara Saudari Yayu Nurhasanah mengatakan, kegiatan tersebut berisi diskusi-diskusi yang membahas isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan kekerasan terhadap perempuan yang akan diisi oleh narasumber yang ahli di bidangnya. “Dalam kegiatan ini diharapkan peserta dapat memperoleh pengetahuan yang bermanfaat,” terang dia kepada wartawan.

Dia menambahkan, latar belakang diskusi tersebut melihat hak-hak asasi perempuan masih belum terlindungi. Kesetaraan dan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan sering menjadi pusat perhatian dan menjadi komitmen bersama untuk melaksanakannya. “Akan tetapi dalam kehidupan sosial pencapaian kesetaraan akan harkat dan martabat perempuan masih belum menunjukkan kemajuan yang signifikan,” katanya.

Isu Islam, tambahnya, dan perempuan belum direspon secara serius oleh negara. Isu kekerasan sistematis berbasis gender, hak-hak politik dan hak atas pekerjaan bagi perempuan kerap dilanggar. “Pemberantasan trfficking perempuan dan anak masih belum menjadi agenda utama negara,” terangnya.

Ditambahkannya, jika hal ini tidak disikapi secara serius, dikhawatirkan Indonesia terancam sebagai negara tidak berkomitrnen terhadap adanya hakasaksi manusia dalam pelanggaran HAM perempuan. “Banyak hak-hak perempuan atas pekerjaan masih menghadapi berbagai benturan baik itu karena persoalan implementasi hukum yang tidak konsisten maupun persepsi yang berbeda mengenaiperan perempuan di sektor publik,” jelasnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan, untuk pembahasan diskusi penegakkan HAM Indonesia, masih mempunyai catatan masa lalu yang kelam. Kasus-kasus pelanggaran berat HAM telah banyak terjadi di Indonesia, namun tak kunjung ditangani serius. Kontras mencatat sejak tahun 1965 sampai dengan tahun 2003 telah terjadi serangkaian peristiwa penghilangan orang secara paksa di Indonesia dengan korban sebanyak 1.292 orang. Umumnya korban terdiri dari berbagai aktivis, para petani, dan korban akibat politik kekuasaan negara seperti korban penghilangan paksa pada peristiwa 27 Juli 1996, kerusuhan Mei 1998, serta korban penghilangan paksa pada masa DOM dan pasca DOM. Beberapa pendekatan telah digunakan Indonesia dalam menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu, baik melalui pendekatan prosekutorial seperti yang pernah digunakan dalam penyelesain kasus Tanjung Priok, yaitu melalui pengadilan HAM ad hoc, maupun melalui pendekatan non-prosekutorial seperti pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) berdasar UU No. 27 tahun 2004 sebagai alternatif atas kelemahan-kelemahan penyelesaian melalui pendekatan prosekutorial. “Walaupun pada akhirnya undang-undang tersebut dibatalkan secara keseluruhan oleh Mahkamah Konstitusi. Proses penyelesaian HAM baik melalui pendekatan prosekutorial maupun non-prosekutorial meniscayakan peran dan tanggungjawaban negara,” jelasnya.

Menurutnya, negara berkewajiban untuk menyelesaikan semua kasus pelanggaran HAM yang berat karena hal itu merupakan bentuk konkret perlindungan negara terhadap warga negara. “Acara ini akan digelar pada tanggal 25 Desember di ruang kreatif Hexa Space dengan segmentasi peserta dari berbagai organasasi kepemudaan, mahasiswa dan komunitas,” terangnya. (ris)

Related Articles

Back to top button