KARAWANG

Hasil Perkebunan Belum Optimal

KARAWANG, RAKA – Potensi hasil perkebunan yang dimiliki Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru dinilai masih belum optimal. Pasalnya daeri sekian banyak hasil panen yang ada, baru durian saja yang dikenal oleh masyarakat luas.

Kaming (56), petani Kampung Cijati, Desa Mekarbuana, berharap, jika potensi pertanian bisa menjadi ikon Desa Mekarbuana yang berdaya jual tinggi. Dirinya mengaku, belum semua konsep pertanian di Desa Mekarbuana bisa menghasilkan produk unggulan yang bisa menjadi kesan selain durian. “Selain durian di pertanian Desa Mekarbuana itu ada pertanian kopi, manggis, terubuk, dan yang lainnya, harapan saya semua bisa menjadi ikon dan masyarakat luas bisa kangen terhadap Desa Mekarbuana,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Desa Mekarbuana Kecamatan merupakan desa paling ujung di sebelah barat Kecamatan Tegalwaru, selain objek wisata yang menjadi daya tarik, perkebunan di desa tersebut juga bisa menjadi daya tarik tersendiri. “Jadi bukan objek wisatanya saja, bahkan hasil pertanian pun bisa menjadi kekangenan tersendiri,” harap Kaming.

Wasta (37), warga Kampung Sirnaruju, Dusun Jayanti RT 01/01 mengaku, geliat perekonomian masyarakat sekitar sudah mulai terdongkrak dengan adanya objek wisata. Bahkan kini, akses infrastruktur jalan ke objek-objek wisata sudah banyak berubah.

Masyarakat Desa Mekarbuana hampir 60 persen petani baik petani perkebunan, padi dan petani musiman yaitu petani garap lahan milik Perum Perhutani.

Kini infrastruktur di wilayahnya sudah jauh lebih baik di banding sebelumnya. Akses pertanian ke perkebunan sudah dicor. Dirinya mengaku sebelumnya petani perkebunan cukup terkendala masalah infrastruktur. “Kini ketika panen durian, kita bisa menempuh kebun kita gunakan roda dua, dulu kita mesti biayai orang menjemput hasil panen jadi biaya lebih besar di banding hasil jual, kadang kita tekor,” akunya.

H. Oib, Ketua Kelompok Tani Kampung Parakanbadak Desa Mekarbuana juga menyampaikan, jika jalan usaha tani yang dibangun oleh pemerintah desa sudah sangat dirasakan oleh masyarakat.

Kontur wilayah perbukitan kadang menyulitkan masyarakat lakukan mobilisasi hasil tanam. Tidak jarang kadang bukan bisa melebihi hasil produksi malahan bisa merugi. “Tidak jarang kami alami tekor, karena lebih besar biaya produksinya, karena mobilisasi manual dengan cara diangkut oleh manusia hingga sampai lokasi pesawahan warga, areal pesawahan warga tidak semuanya dipinggir jalan, bahkan ada sawah di tengah hutan, untuk bisa membawa pupuk, panen kadang jarang sekali petani bisa mengerjakan sendiri,” terangnya. (yfn)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button