HEADLINE

Dampak Kejiwaan Anak Terhadap Pernikahan Siri

Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dan Perempuan untuk hidup berketuruan, yang dilangsungkan menurut ketentuan syariat isam. Sementara pernikahan dalam islam suatu perjanjian suci yang dilakukan oleh laki-laki dan Perempuan yang ingin melanjutkan hungan yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk membangun rumah tangga. Allah SWT menjadikan pernikahan yang diatur menurut syariat islam sebagai penghormatan dan penghargaan yang tinggi, dengan adanya pernikahan yang sah maka pergaulan antara laki-laki dan Perempuan menjadi terhormat sesuai dengan kedudukan manusia yang tidak makhram jadi makhram. Pernikahan dilakukan dengan proses hukum, sehingga hal-hal atau Tindakan yang muncul akibat pernikahan mendapat perlindungan secara hukum. Sementara jika pernikahan tidak dicatat secara hukum jika ada hal-hal yang berhubungan akibat pernikahan tidak akan dapat perlindungan secara hukum. Pernikahan dalam hukum islam maupun hukum nasional diindonesia dapat dilihat dari tiga segi yaitu, segi hukum, sosial, dan ibadah. Apabila ketiga sudut pandang tersebut sudah terpenuhi maka tujuan pernikahan dalam islam sudah tercapai. Yaitu keluarga yang Sakinah, mawaddah wa Rahmah.
Fenomena nikah sirri terdengar dan sering muncul di telinga masyarakat. Bermakna menjalin hubungan baru dengan memenuhi syarat secara islam. Serupa dengan nikah pada umumnya, namun terdapat sebuah pembeda yang signifikan lantaran tidak terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA). Istilah nikah siri umum didengar dengan sebutan nikah di bawah tangan (Bapak et al., 2022). Kata siri berasal dari bahasa Arab yaitu sirri yang artinya adalah rahasia. Namun apabila digabungkan antara kata nikah dan kata sirri maka dapat diartikan secara bahasa dengan nikah diam-diam yang dirahasiakan yakni tidak ditampakkan. Pernikahan sirih adalah suatu pernikahan yang meski memenuhi syarat hukum nikah tetapi karena alasan tertentu tidak tercatat di kantor urusan agama (KUA). Secara hukum islam, pernikahan tersebut dianggap sah karena telah memenuhi syarat dan kriteria pernikahan yaitu adanya ijab, qabul, dua orang mempelai, wali dan dua orang saksi. Jadi pernikahan sirih itu sah dimata agama tetapi tidak sah dimata hukum. Sementara dalam, Pernikahan siri atau pernikahan tanpa melibatkan pencatatan hukum dinyatakan sebagai pelanggaran hukum.
Nikah siri yang berarti nikah yang dilakukan tanpa pencatatan di lembaga pencatatan sipil atau KUA (Kantor Urusan Agama). Nikah ini memiliki dua hukum yang berbeda yaitu hukum pernikahan dan hukum tidak mencatatkan pernikahan di KUA. Oleh karna itu pernikahan yang tidak dicatatkan dikantor urusan agama (KUA), tidak punya kekuatan hukum sehingga jika suatu saat mereka punya masalah dalam rumah tangga tidak dapat dilindungi hukum negara. Pernikahan sirri hanya dihadiri pihak keluarga terdekat tidak mengundang Masyarakat atau orang lain karena konsepnya tersembunyi. Akibat tidak adanya pendataan pernikahn di KUA pihak keluarga tersebut tidak bisa membuat kartu tand penduduk (KTP), kartu keluarga (KK), paspor, akta kelahiran anak, dan bahkan untuk ahli waris tidak bisa tercatat untuk anak dan istrinya. Permasalahan yang sering terjadi di Indonesia hingga saat ini belum terselesaikan adalah banyaknya nikah siri yang masih terus menerus.(Khotimah, 2021)
Faktor yang mendorong seseorang melakukan nikah siri yaitu: faktor ekonomi untuk menghemat uang, menikah membutuhkan banyak uang seperti mengurus surat-surat nikah, uang Gedung, mahar, cincin pernikahan, dan lain-lainnya. Pernikahan dengan umur terlalu muda terutama pihak Perempuan yang belum cukup umur untuk menikah dalam negara.
Faktor hamil diluar nikah, untuk menyembunyikannya dalam maksud agar tidak menjelekkan keluarga. Poligami atau perselingkuhan.

Dampak Kejiwaan Anak Terhadap Pernikahan Siri
Sementara terhadap anak, tidak sahnya perkawinan bawah tangan menurut hukum negara memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum, yakni: Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah. Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 42 dan pasal 43 UU Perkawinan, pasal 100 KHI). (Rudy Catur Rohman & Muhammad Maddarik, 2020). Anak yang dilahirkan dari pernikahan siri hanya ada hubungan hukum dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pasal 42 Undang- Undang perkawinan menyebutkan bahwa “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”. Dan pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan menyebutkan “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya atau keluarga dari ibunya”.(Mas’ut, 2018). Anak yang dilahirkan dari perkawinan siri yang menjadikan status hukumnya menjadi anak luar kawin, menurut Hukum Islam menimbulkan akibat hukum yaitu hanya akan mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibu serta keluarga ibunya (Ediningsih Dwi Utami & Yahya, 2022). Kejiwaan anak akan terbentuk ketika anak usia 9-18 tahun ia akan mendapatkan ejekan dan perkataan yang melukai hatinya akibat ia tidak tercatat sebagai anak sah. Karna statusnya anak diluar nikah dan tidak akan mendapat hak atas biaya kehidupan, Pendidikan ,nafkah bahkan warisan ayahnya. Sehingga akan mempengaruhi rasa percaya diri, ketenangan batin, merasa malu, dan minder dengan anak lainnya. akan membuat anak cape karena menerima ejekan, depresi dan menyerang kejiwaannya bahkan bunuh diri.
Pernikahan siri walaupun sah dimata agama tapi tidak bisa melindungi pernikahan secara agama. Banyak sekali dampak yang sangat merugikan bagi anak dari pernikahn siri orang tua mereka. Dengan begitu anak akan membatasi pertemanan mereka dengan orang lain. anak tidak memiliki status yang sah dimata hukum akan membuatnya sulit dalam melakukan apapun seperti mausk sekolah, pembuatan KTP, KK, Akta lahir. (*)

Alvi Sahridah B dan Siti Nurhayati
Mahasiswa Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Prof. Dr. Hamka

Related Articles

Back to top button