HEADLINE

Difabel Bukan Aib
-Mereka Juga Berhak Bahagia

KARAWANG, RAKA – Menjadi difabel tidak mudah. Cibiran, hinaan, diremehkan menjadi santapan setiap hari. Namun, bukan berarti menjadi difabel harus berpasrah diri. Mereka punya kemampuan yang bisa jadi di atas rata-rata. Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Karawang Nanang Kosim mengatakan,
biasanya orangtua yang memiliki anak difabel sering menganggap itu aib. Suatu kehinaan, bahkan takdir yang salah. “Saya kemudian membangun mental keluarganya, memberi semangat, memberikan kebanggaan bahwa ini adalah takdir yang luar biasa yang Allah berikan kepercayaan kepada keluarga bapak dan ibu, dengan dihadiri sebuah bonus dari Allah seorang anak disabilitas,” ungkapnya kepada Radar Karawang.
Ia melanjutkan, karena jika menimpa keluarga lain, mungkin tidak kuat. Untuk itu, berikan mereka kesempatan anak difabel menjadi mandiri, kesempatan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Artinya secara utuh mereka tidak tersisihkan. “Bangunlah itu mulai dari keluarga. Jadi ketika dia keluar dari pintu, dengan bangganya, tidak menolak takdirnya,” ungkapnya.
Dia bercerita, pernah ada seorang bapak menghubunginya karena tahu dari media sosial. Kemudian dia bercerita jika salah satu kakinya diamputasi. Sejak saat itu dia tidak mau keluar rumah hampir empat tahun. “Saya tanya, kenapa tidak keluar? Dia jawab tidak berani, karena ketika keluar rumah, anak-anak kecil mengolok-ngoloknya,” tuturnya.
Dia melanjutkan, selain sakit, berhadapan dengan takdir, juga harus menerima cibiran. Untuk membangkitkan kembali semangatnya, tidak bisa hanya melalui omongan. Tapi harus dengan contoh. Akhirnya Kosim kembali ke rumahnya dengan membawa penyandang disabilitas yang tidak punya kaki, tuna netra, tuna wicara. “Ada juga yang saya bawa kakinya utuh tapi tidak bisa digunakan atau lumpuh. Ketika saya ketuk pintunya, dia tercengang melihat saya datang. Kemudian saya bercerita tidak panjang lebar. Saya bilang, kamu mau pilih takdir yang mana? Kamu mau pilih kaki utuh tapi mata tidak melihat. Atau kamu mau melihat, tapi kamu tidak bisa mendengar dan berbicara. Tapi kamu mau kaki utuh tapi tidak bisa bicara? Kamu dengan kaki satu masih bisa berjalan. Akhirnya, dua minggu setelah pertemuan itu, dia keluar rumah datang ke tempat saya mengendarai motor, lalu dia bilang sudah siap bangkit lagi,” tuturnya.
Ditanya soal jumlah difabel di Karawang, Nanang mengungkapkan, hasil pendataan organisasinya tercatat ada 523 orang difabel di Karawang. “Kalau data di Dinas Sosial kurang lebih 8927 orang. Karena kalau kami mendata dengan hati. Kami juga menyadari keterbatasan kami dalam melakukan pendataan ini,” katanya.
Saat ini, kata Nanang, pihaknya sedang berupaya agar para difabel bisa mudah diterima bekerja di perusahaan yang ada di Karawang. “Kami sedang fokus bagaimana teman-teman disabilitas bisa mudah masuk kerja. Seharusnya perusahaan di Karawang bisa mengakomodir. Sebetulnya penyandang disabilitas juga Kalau diberi kesempatan saya pikir mampu berkarya,” ujarnya. (psn)

Related Articles

Back to top button