Kecurangan-kecurangan Penulisan Skripsi
KARAWANG, RAKA- Skripsi merupakan tugas akhir yang harus ditempuh mahasiswa. Namun faktanya, banyak mahasiswa yang mengerjakan tugas ini dengan cara curang. Survei singkat lewat PopPoll pada tanggal 28 November – 12 Desember 2023 yang dilakukan Populix, menunjukan bahwa kecurangan-kecurangan yang paling sering dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir adalah memanipulasi data sebanyak 45%, menggunakan jasa joki skripsi 26%, meniru skripsi orang lain 16% dan mengambil judul skripsi orang lain (24 %).
Menanggapi masalah ini, mahasiswi semester akhir program studi agribisnis Universitas Singaperbangsa (Unsika) Karawang yang enggak menyebutkan namanya itu mengatakan, mengenai hasil survei bahwa 45 persen mahasiswa telah memanipulasi data skripsi dirinya dirinya kurang sepakat. Kalau pun ada mahasiswa yang memanipulasi data skripsi, tapi tidak akan sebesar 45 dari seluruh mahasiswa di Indonesia. “Kalau ada pasti kecil, karena kita kan diadain bimbingan, jadi kalau ada pasti ketahuan dan diuji sama dosen pembimbing kita. Terus engga mungkin full joki juga, soalnya engga ada juga kaya gitu. Kecil dilakukan manipulasi data karena para mahasiswa harus mengetahui tempat, isi dan hasil,” terangnya, pada Kamis (1/2).
Dalam mengerjakan skripsi, lanjutnya, terdapat beberapa kendala seperti menentukan tema dan tempat skripsi. Tapi yang paling penting yaitu tempat, karena jangan sampai ketika sudah melakukan sidang proposal, namun pada saat akan mengerjakan bab 4 tempat yang menjadi penelitian sudah tutup. “Itu sering terjadi, sehingga kita suka berhenti ditengah jalan. Biasanya UMKM nya engga maju (tutup) atau ada perusahaan yang engga mau ngasih datanya, ada perusahaan yang engga mau dibongkar kaya privasi data-data pendapat dan pengeluarannya kadang itu engga mau dibongkar,” terangnya.
Sementara itu, mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Budi Pertiwi Karawang Aip Buhori (22) mengatakan, terkait hasil survei bahwa 45 mahasiswa Indonesia melakukan manipulasi data pada saat pengerjaan skripsi, dirinya mengaku setuju, karena masih banyak para mahasiswa yang kesulitan untuk mendapatkan data, sehingga salah satu caranya memanipulasi data. “Saya setuju sama survei ini, karena para mahasiswa masih kesulitan untuk mendapatkan data. Karena masuk dan mendapatkan data dari BPS (badan pusat statistik) atau ke dinas terkait juga susah. Selain itu dalam penyusunan skripsi juga rumit dan susah,” terangnya.
Selain itu, Dosen STIE Budi Pertiwi Wahyu Heriyanto mengatakan, manipulasi data skripsi itu tidak dibenarkan. Untuk hasil survei ini dirinya kurang setuju. Kalau pun terdapat manipulasi tentu akan dilakukan perbaikan skripsi tersebut. “Manipulasi itu tidak dibenarkan. Tapi jika mungkin mengolah data untuk memudahkan perhitungan bisa dilakukan, Jika ada ditemukan manipulasi ya ada sanksi melalui perbaikan,” terangnya.
Menurut Wahyu, para mahasiswa kesulitan dalam pengerjaan skripsi karena mereka kurang memahami materi yang akan ditulis dan kurangnya motivasi juga. “Kendala utama kurang faham terhadap materi yang mau ditulis dan kendala kedua motivasi kurang,” tutupnya.
Sebelumnya, Jonathan Benhi, Co-Founder and CTO Populix mengungkapkan, melalui survei singkat lewat PopPoll pada tanggal 28 November – 12 Desember 2023, Populix menemukan bahwa banyak mahasiswa Indonesia yang kesulitan dalam mengumpulkan data skripsi 26%, kurang pendampingan dari dosen pembimbing 22%, dan mengalami kesulitan dalam menganalisa data 17%. Oleh karena itu, Bab 3: Metode Penelitian (3 %) dan Bab 4: Hasil Penelitian (29 %) menjadi bagian yang paling lama dikerjakan, karena membutuhkan proses pengumpulan data yang ekstensif dan analisa mendalam terhadap hasil temuan. “Skripsi merupakan salah satu bentuk tugas akhir dan syarat kelulusan yang masih banyak diterapkan di perguruan tinggi di Indonesia. Dalam prosesnya, pengumpulan data skripsi seringkali menjadi kendala terbesar yang mempersulit mahasiswa tingkat akhir dalam melakukan penelitian,” atanya.
Secara khusus dalam hal pengumpulan data, beberapa masalah yang sering dialami mahasiswa meliputi responden tidak sesuai dengan kriteria (33 %), sulit dalam menentukan responden (23 %), responden yang kurang banyak (17 %), kesulitan menargetkan responden yang diluar kota (14 %), dan tidak tahu kemana mereka dapat menyebarkan kuesioner (12 %).
Sementara itu, kurangnya penguasaan terdahap materi skripsi dan validitas data menjadi dua alasan terbesar ketakutan terbesar para mahasiswa dalam menghadapi sidang skripsi. Sebanyak 42 % responden menyatakan bahwa mereka takut tidak dapat menjawab pertanyaan dosen penguji saat sidang skripsi, 26 % responden takut mendapatkan dosen penguji yang kritis, dan 11% responden takut dengan skripsi karena data mereka tidak valid. Karena kendala-kendala dalam proses pengerjaan skripsi dan ketakutan mereka dalam menghadapi sidang skripsi tersebut, survei tersebut juga mengungkap bahwa tidak sedikit mahasiswa yang nekat melakukan berbagai kecurangan demi menyelesaikan skripsi dan memperoleh gelar Sarjana. “Kecurangan-kecurangan yang paling sering dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir adalah memanipulasi data (45 %), menggunakan jasa joki skripsi (26 %), meniru skripsi orang lain (16 %) dan mengambil judul skripsi orang lain (24 %),” paparnya.
Jonathan menambahkan, proses pengumpulan data menjadi sebuah tantangan bagi para mahasiswa, padahal tingkat validitas dan realibilitas data merupakan kunci untuk mendapatkan data yang berkualitas. Memahami tantangan dalam proses pengumpulan data tersebut, Populix mengklaim berkomitmen untuk menyederhanakan proses pengumpulan data bagi para mahasiswa melalui platform survei online Poplite. “Lewat Poplite, para mahasiswa dapat dengan mudah menentukan responden dan menyebarkan kuisioner sesuai dengan target penelitan mereka. Sehingga, hasil penelitian pun dapat menjadi referensi tepat dalam membuat rekomendasi dan pengambilan keputusan,” pungkas Jonathan. (zal/jpg)