HEADLINE

Pembatasan Pengeras Suara Bikin Gaduh, Pengurus Masjid: Kebijakan Berlebihan

KARAWANG, RAKA – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Melalui Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 tahun 2022 ini, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dibatasi.
Pembacaan Alquran dan salawat pada waktu Subuh hanya dapat menggunakan pengeras suara luar dengan maksimal waktu 10 menit sebelum adzan. Sedangkan untuk pelaksanaan salat Subuh, dzikir, doa dan kuliah Subuh hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam. Demikian juga pada waktu-waktu salat lainnya, pembacaan Alquran dan atau salawat tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dengan waktu maksimal 5 menit sebelum adzan. Setelah adzan dikumandangkan, yang digunakan hanya pengeras suara dalam.
Selain itu, penggunaan pengeras suara juga dibatasi saat dilaksanakannya ibadah salat Jumat, kegiatan bulan Ramadan dan kegiatan takbiran baik Idul Adha maupun Idul Fitri. Sebelum waktu adzan pada hari Jumat, pembacaan Alquran hanya dapat menggunakan pengeras suara luar dengan waktu maksimal 10 menit. Sedangkan takbir pada Idul Fitri dan Idul Adha hanya menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 dan dilanjut dengan pengeras suara dalam.
Terkait surat edaran tersebut, sejumlah masyarakat merasa keberatan terhadap poin-poin yang ditetapkan dalam aturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Salah seorang pemuda di Desa Pucung Aenun Hayat mengatakan, dirinya sangat tidak sepakat dengan kebijakan dari Menteri Agama yang mengeluarkan aturan penggunaan toa di masjid atau musala. Menurutnya, selama ini masyarakat di Indonesia saling menghargai satu sama lain, kemudian tidak ada juga masyarakat non muslim yang keberatan dengan suara-suara yang bersumber dari toa masjid. “Tujuannya kan untuk ketentraman, selama ini sudah tentram dan saling menghargai. Saya baca-baca juga di medsos dari non muslim mereka mengaku tidak terganggu dengan kegiatan-kegiatan pengajian yang menggunakan toa dari masjid,” ujarnya, Rabu (23/2).
Pengurus DKM di salah satu masjid di Kotabaru Ustad Sodikin juga mengatakan, aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Agama melalui surat edaran tentang penggunaan pengeras suara di masjid dinilai berlebihan. Apalagi, dalam edaran tersebut disebutkan bahwa gema takbir dengan menggunakan toa luar hanya boleh dilaksanakan sampai jam 10 malam. “Menurut saya ini berlebihan. Masa takbiran lebih dari jam 10 malam gak boleh kedengaran ke luar,” ujarnya.
Selain itu, aktivitas bulan ramadan yang biasa diisi dengan kegiatan tadarus juga dibatasi atau hanya boleh menggunakan pengeras suara dalam. Hal itu juga dinilai berlebihan dan membuat ia merasa sedih jika aturan tersebut harus diterapkan. “Kalau bisa sampai Subuh juga selalu terdengar lantunan ayat suci Alquran di masjid. Di masjid kami insya Allah akan terus melaksanakan tadarus seperti biasa dan menggunakan toa. Karena justru itu menjadi pembeda antara bulan suci Ramadan dengan bulan-bulan lainnya,” ungkapnya.
Kepala Seksi Binmas Islam Kemenag Karawang Yakub Lubis Al Pauji mengatakan, sebagai instansi vertikal, Kemenag Karawang tentunya akan mengikuti apa yang menjadi kebijakan dan regulasi yang ditetapkan oleh Kemenag Pusat. Pihaknya juga akan menyosialisasikan surat edaran tersebut melalui KUA dan para penyuluh di masing-masing kecamatan. “Kita sosialisasikan. Untuk pengawasan juga nanti ada penyuluh, dan penghulu dari masing-masing KUA di kecamatan,” ujarnya. (nce)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button