HEADLINE

Tinggal 9 Spesies Ikan di Citarum
-18 Spesies Punah

PURWAKARTA, RAKA – Daerah Aliran Sungai Citarum, dulu kaya akan habitat ikan. Tercatat, di sungai tersebut dulu pernah hidup 27 spesies ikan. Namun kini hanya tersisa 9 spesies saja.
Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Jojok Sudarso mengatakan, aktivitas antropogenik yang bersumber dari industri, pertanian, perkebunan hingga urbanisasi punya pengaruh terhadap struktur dan fungsi komunitas biota akuatik pada ekosistem sungai.
“Hal ini biasanya dicirikan dengan adanya perubahan pada kekayaan taksa dan komposisi, terhadap polutan, atribut populasi maupun fungsional feeding,” katanya.
Dia mengungkapkan, perubahan struktur dan fungsi biota akuatik itu menjadi bioindikator untuk mengetahui status integritas ekologi dari suatu perairan.
Dijelaskannya, di DAS Citarum awalnya tercatat ada 27 spesies ikan. Namun, jumlah spesies ikan tersebut turun menjadi sembilan spesies saja sesuai pendataan pada tahun 2007 lalu. Artinya, 18 spesies ikan tidak lagi ditemukan di sungai terpanjang di Jawa Barat tersebut.
“Adanya pengayaan organik dan perubahan yang dihasilkan dari aktivitas antropogenik di sepanjang gradien Sungai Citarum dapat berkontribusi pada perubahan komunitas bentik makrovertebrata,” jelasnya.
Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Hidayat menjelaskan bahwa Sungai Citarum merupakan sungai strategis nasional yang sempat menjadi isu diskusi negatif beberapa tahun lalu, karena dianggap sebagai sungai yang paling kotor di dunia.
Kondisi tersebut diperkuat dengan pengaruh media dengan adanya tayangan dokumenter, termasuk riset yang sangat detil tentang pengujian kualitas air yang menghasilkan pengaruh besar terhadap kebijakan pemerintah.
Pemerintah pun mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 15 tahun 2018 tentang percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum. Menurutnya, Peraturan Presiden menjadi langkah yang besar dengan melibatkan banyak pihak, sehingga bisa diujibandingkan dari sebelum adanya Perpres dan setelahnya. “Sehingga saat ini kita lihat adanya aktifitas perbaikan di beberapa lokasi DAS Citarum,” ujarnya.

Saat ini, BRIN mengembangkan program Decision Support System (DSS) untuk pengendalian kerusakan lahan dan pencemaran sungai dengan studi kasus daerah aliran sungai di bagian hulu Citarum.
DSS itu punya manfaat sebagai media bantu dalam pembuatan desain strategi dan rencana teknis pengelolaan sumber daya air dan ekosistem perairan melalui tata kelola dan perbaikan respon hidrologi DAS baik secara kualitas maupun kuantitas.
BRIN mengharapkan pengembangan DSS bisa bermanfaat atau mendukung smart watershed management karena arah pengelolaan DAS ke depan berbasis smart system yang mengintegrasikan dengan sistem informasi, internet dan sebagainya.
Saat ini purwarupa DSS versi 1.0 yang terdiri dari Decision Support Tool (DST) respon hidrologi, erosi dan transportasi sedimen telah dibangun dan diuji tingkat performanya di DAS Citarum Hulu.
Sistem tersebut dapat dipergunakan untuk keperluan penyedia data respon hidrologi, laju net erosi dan produksi sedimen di lokasi internal DAS yang tidak mempunyai instrumen pengukuran.
Tak hanya itu, sistem tersebut juga dapat dipergunakan untuk pemahaman mekanisme proses hidrologi, erosi dan transformasi sedimen, serta keperluan evaluasi, prediksi dan proyeksi, termasuk juga penentuan area prioritas penanganan dan desain strategi pengendalian erosi dan sedimentasi. (rkp/ant)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button