Usut Tuntas Penyimpangan Dana Program PIP
KARAWANG,RAKA – Isu dugaan penyimpangan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di Karawang menjadi sorotan publik setelah viralnya pemberitaan dan video yang menyoroti ketidakteraturan dalam distribusi bantuan pendidikan tersebut.
Kontroversi ini menimbulkan reaksi beragam, termasuk dari kalangan legislatif dan praktisi hukum yang menekankan pentingnya penyelesaian berbasis data dan fakta, bukan sekadar opini dan asumsi.
Sekretaris Komisi IV DPRD Karawang yang membawahi sektor pendidikan, Asep Syarifudin menyesalkan narasi yang berkembang seolah-olah menyudutkan profesi guru secara keseluruhan.
Menurutnya, dalam setiap institusi pasti ada oknum yang menyalahgunakan kewenangan, tetapi hal tersebut tidak bisa digeneralisasi.
“Saya sangat miris melihat pemberitaan yang cenderung menyamaratakan guru sebagai pelaku penyimpangan dana PIP. Profesi guru adalah profesi mulia yang memiliki peran besar dalam mencerdaskan generasi bangsa. Tidak adil jika mereka dipukul rata hanya karena dugaan pelanggaran oleh segelintir orang,” tegas Asep.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pengelolaan dana PIP memiliki beberapa jalur, yaitu reguler, aspirasi anggota DPR RI, dan penerima dari Program Keluarga Harapan (PKH).
Oleh karena itu, jika ada dugaan penyimpangan, sebaiknya dilakukan investigasi menyeluruh dari hulu hingga hilir dengan pendekatan berbasis data dan fakta.
“Jika memang ada kesalahan dalam distribusi PIP, telusuri alurnya dengan transparan. Jangan sampai muncul stigma negatif terhadap guru, sementara mereka justru bekerja keras dengan kesejahteraan yang masih jauh dari layak,” tambahnya.
Ia menyoroti fakta bahwa masih banyak guru, khususnya honorer SD, yang menerima gaji sangat rendah, berkisar antara Rp400.000 hingga Rp500.000 per bulan, jauh di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK) Karawang.
Oleh karena itu, menurutnya, yang lebih penting saat ini adalah meningkatkan kesejahteraan guru, bukan justru merusak citra mereka dengan pemberitaan yang tidak seimbang.
Terkait wacana aksi demonstrasi yang rencanaya di gelar oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Karawang sebagai respons terhadap pemberitaan negatif ini, Asep menegaskan bahwa aksi yang melibatkan guru dalam jumlah besar berisiko menimbulkan efek domino terhadap kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
Oleh karena itu, ia meminta semua pihak untuk menahan diri dan mencari solusi terbaik melalui jalur yang lebih bijak.
“Saya berharap permasalahan ini bisa diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat yang didasarkan kekeluargaan. Jika ada dugaan pencemaran nama baik atau fitnah, bisa ditempuh jalur hukum tanpa harus melakukan aksi besar-besaran yang berpotensi mengganggu jalannya pembelajaran,” ujarnya.
Baca Juga : Cap Go Meh Meriah, Warga Padati Jalan Tuparev
Di sisi lain, Dian Suryana, Direktur Pustaka dan praktisi hukum, memberikan perspektif hukum terhadap isu ini.
Ia menilai bahwa rencana aksi ke Pemda Karawang tidak memiliki urgensi yang jelas.
“Jika tujuan aksi adalah meminta perlindungan bagi profesi guru, maka ada cara lain yang lebih efektif tanpa harus mengorbankan peserta didik. Pemda Karawang sudah memiliki Perda No. 4 Tahun 2018 tentang Perlindungan Guru serta Peraturan Bupati No. 347 Tahun 2023 sebagai bentuk komitmen nyata dalam melindungi tenaga pendidik,” jelas Dian.
Menurutnya, jika PGRI Karawang ingin melindungi guru dari dampak pemberitaan viral ini, seharusnya mereka menggandeng Inspektorat Daerah untuk melakukan audit terhadap dana PIP di sekolah-sekolah yang diduga bermasalah.
“Audit akan memberikan kepastian hukum yang lebih jelas. Jika hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada penyimpangan, maka langkah hukum seperti pelaporan pencemaran nama baik bisa dilakukan. Ini lebih efektif dibandingkan aksi yang justru bisa menimbulkan dampak negatif terhadap pendidikan,” paparnya.
Dian juga mengingatkan bahwa jangan sampai permasalahan ini semakin merugikan peserta didik.
“Di satu sisi, siswa mungkin dirugikan karena ada dana PIP yang tidak sampai kepada mereka, tetapi di sisi lain, guru-gurunya justru diajak aksi. Ini kontraproduktif dan sebaiknya dibatalkan,” tegasnya.
Untuk itu, sebagai langkah konkret dalam menyelesaikan polemik ini, Asep Syarifudin mengusulkan pembentukan satuan tugas (Satgas) khusus yang melibatkan berbagai instansi terkait.
“Pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan mungkin segera membentuk Satgas PIP yang melibatkan Dinas Sosial, Inspektorat, dan pihak terkait lainnya. Dengan demikian, permasalahan ini bisa diselesaikan secara terbuka dan transparan,” ungkapnya.
Ia juga menyarankan agar penerima PIP diumumkan secara terbuka di sekolah-sekolah atau platform yang bisa diakses masyarakat.
“Jika daftar penerima PIP bisa diakses publik, tidak akan ada lagi prasangka buruk terhadap kepala sekolah atau guru. Semua bisa melihat secara langsung siapa yang berhak menerima bantuan tersebut,” jelasnya.(cr1)