Heboh Hepatitis Akut Misterius
PURWAKARTA, RAKA – Saat ini selain corona, hepatitis akut misterius menjadi perbincangan publik. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memberikan sejumlah imbauan kepada Dinas Kesehatan di seluruh Indonesia terkait temuan kasus hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya.
Mengutip Surat Edaran (SE) Kemenkes Nomor HK.02.02/C/2515/2022, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia diminta memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). Adapun gejala yang bisa dilaporkan ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak.
“Memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),” bunyi SE tersebut, dikutip pada Rabu (4/5).
Surat yang ditandatangi oleh Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu itu juga meminta Dinas Kesehatan untuk menginformasikan kepada masyarakat agar segera mengunjungi fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom jaundice. Kemudian, Dinas Kesehatan juga perlu membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor, terutama Dinas Pendidikan, Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi, dan/atau Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Jika ditemukan peningkatan kasus sindrom jaundice akut, Dinas Kesehatan harus melaporkannya kepada Dirjen P2P Maxi melalui Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC), telepon atau WhatsApp ke 0877-7759-1097, atau e-mail ke poskoklb@yahoo.com. Dinas Kesehatan juga harus menindaklanjuti laporan kasus dari fasyankes dengan melakukan investigasi untuk mencari kasus tambahan dengan menggunakan formulir. Diketahui, gejala klinis pada kasus yang telah teridentifikasi ialah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice akut, dan gejala gastrointestinal seperti nyeri abdomen, diare, dan muntah-muntah. “Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam,” kata Maxi dalam SE tersebut.
Menyikapi hal itu, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika berharap jangan sampai penyakit hepatitis akut menyerang anak-anak di Kabupaten Purwakarta “Di Purwakarta belum ada laporan. Berdasarkan data yang ada seperti di Jakarta itu menyerang anak-anak. Maka warga yang memiliki anak usia 7 sampai 10 tahun tolong diawasi dengan Dinas Kesehatan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pihkanya juga sudah memerintahkan Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta untuk mewaspadai penyakit hepatitis akut menyerang anak-anak, seperti yang telah terjadi di beberapa daerah seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah dan di Ibu Kota Jakarta. “Untuk itu, masyarakat yang memiliki anak usia direntang 7 sampai 10 tahun untuk diawasi bekerjasama dengan dinas kesehatan. Kita akan sosialisasikan akan bahayanya hepatitis akut ini,” ujarnya.
Kepada masyarakat, Ambu Anne meminta agar perilaku hidup bersih dan sehat terus dijalankan untuk meminimalisir risiko. “Seperti harus rajin cuci tangan, makan tidak sembarangan, dan memastikan tempat makan benar-benar bersih,” sambungnya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan Dokter Hanifah Oswari hepatitis berasal dari kata hepar dan itis. Hepar artinya hati sedangkan itis merupakan peradangan. “Jadi, hepatitis artinya ada peradangan pada sel hati. Sementara akut artinya terjadi mendadak yang menyebabkan peradangan hati,” kata dia dalam akun youtube miliknya Dokter Hanifah Oswari.
Ia mengatakan, jika anak di bawah 16 tahun mengalami gejala seperti kuning, buang air kecil seperti teh (gelap), buang air besar dempul, gejala saluran cerna, mual, muntah, sakit perut, diare. “Berdasarkan dari laporan WHO yang mengeluhkan saluran cerna ini timbul pertama sebelum terjadi peningkatan,” ujar dia.
Jika menemukan keluhan gejala saluran cerna pada anak-anak harus diwaspadai, walaupun belum pasti namun ada kemungkinan terserang hepatitis akut. Untuk itu, pencegahan perlu dilakukan melalui rajin mencuci tangan menggunakan sabun, pastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan dengan orang lain, hindari kontak dengan orang sakit dan menjaga protokol kesehatan. “Ini hal-hal yang dapat kita lakukan agar anak-anak kita tidak sampai sakit,” tutur Dokter Hanifah Oswari. (gan/jp)