Hipertensi Penyebab Kematian Tertinggi Ketiga
Pasien Diminta Tingkatkan Kepatuhan Konsumsi Obat Antihipertensi
KARAWANG, RAKA- Hipertensi di kenal secara luas sebagai salah satu penyakit kardiovaskular dan sebagai “pembunuh diam – diam” karena gejalanya sering tanpa keluhan. Orang yang menderita hipertensi biasanya tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi dan baru diketahui setelah terjadinya komplikasi.
Kebanyakan orang merasa sehat dan energik walaupun hipertensi, keadaan ini tentu sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian mendadak pada masyarakat. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah arteri (BP) yang terus meningkat. “Hipertensi adalah kondisi meningkatnya tekanan darah baik sistolik maupun diastolik sama dengan 140/90 mmHg. Krisis hipertensi (BP >180/120 mmHg) dapat dikategorikan sebagai darurat hipertensi (peningkatan TD ekstrem dengan kerusakan organ target akut atau progresif) atau urgensi hipertensi, peningkatan TD tinggi tanpa cedera organ target akut atau progresif,” kata mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Buana Perjuangan (UBP) Karawang Iqbal Abdul Wahid.
Di Indonesia, lanjutnya, prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui diagnosis dokter pada penduduk usia 18 tahun keatas sebesar 8,4%. Berdasarkan proporsi riwayat minum obat dan alasan tidak minum obat pada penduduk hipertensi berdasarkan diagnosis dokter atau minum obat pada tahun 2018 adalah sebesar 54,4% rutin minum obat, 32,3% tidak rutin minum obat dan 13,3% yang tidak minum obat antihipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak penderita hipertensi yang tidak terdiagnosa oleh tenaga kesehatan dan ketidakpatuhan penderita dalam menjalani pengobatan sesuai anjuran tenaga kesehatan. “Penderita hipertensi yang tidak terdiagnosa dan tidak patuh dalam menjalani pengobatan menyebabkan hipertensi sebagai salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia,” paparnya.
Kepatuhan minum obat diukur melalui pengetahuan mengenai penyakit hipertensi, fungsi obat antihipertensi, cara memperoleh obat antihipertensi, efek samping obat antihipertensi dan aturan penggunaan obat antihipertensi pada individu. “Konsumsi obat antihipertensi sesuai anjuran dokter yaitu tergantung tingkat hipertensinya sehingga dosis, jenis obat, frekuensi keharusan minum obat dalam sehari akan berbeda,” tambah Iqbal.
Mahasiswa Farmasi UBP lainnya, Devi Nurfadilah menambahkan, pengetahuan dari seluruh aspek secara bersama-sama akan mempengaruhi tingkat kepatuhan berobat. Apabila pengetahuan responden mengenai penyakitnya dan pengendalian penyakitnya ditingkatkan bersamaan dengan pengetahuan mengenai obat antihipertensinya maka kepatuhan minum obat antihipertensi akan meningkat. “Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukkan responden sudah mengetahui arti dari penyakit hipertensi 96%. Definisi hipertensi akan terkait komplikasi penyakit apabila tidak segera ditangani,” paparnya.
Dengan pengetahuan yang kurang baik mengenai hipertensi ini, tambah mahasiswi semester 8 ini, akhirnya responden tidak merasa rentan, mereka tidak mengetahui jika kematian menjadi ancaman serius apabila komplikasi penyakit dirasakan pasien. Hipertensi sendiri disebut silent killer karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya terlebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Pengetahuan pasien akan memungkinkan perilaku kepatuhan yang diharapkan juga akan meningkat. “Diketahui pengetahuan kurang baik mengenai pengendalian hipertensi pada pasien, karena kurangnya pemahaman mengenai modifikasi gaya hidup untuk menstabilkan tekanan darah dan kurangnya pemahaman mengenai frekuensi yang baik dalam mengukur tekanan darah untuk penderita hipertensi,” pungkasnya. (asy)