
radarkarawang.id – “Mak majukan desa Mak ya, bantu saya.” kata Jubaedah (49) yang akrab disapa Mak Edah, menirukan kata-kata Kepala Dinas Pangan Kadarisman kepadanya sekitar 2017 lalu.
Ternyata, kata tersebut tidak hanya sekedar ucapan, tapi menancapkan motivasi dalam hati yang masih diingat hingga kini oleh Mak Edah.
Ucapan tersebut juga yang mendorong Mak Edah untuk bangkit setelah keluar dari perusahaan tempat bekerjanya dulu karena bangkrut. “Saya masih ingat sampai sekarang kata-kata dari Pak Kadar,” kata Mak Edah, saat ditemui dikediamannya, Rabu (29/10).
Berada di titik hidupnya saat ini, tidaklah mudah bagi perempuan warga Desa Tanjung, Kecamatan Banyusari ini. Setelah sempat putus kerja karena perusahaan bangkrut sekitar tahun 2012 lalu, ia harus memutar otak agar tetap berdaya dan tidak jatuh miskin. Ia sempat berjualan jamu, kemudian pernah juga menjadi Ketua RT, bahkan jadi kader posyandu.
“Usai pilkades, saya memberanikan diri jadi Ketua RT, karena di sini tidak ada RT,” ucapnya.
Dari yang dulu karyawan, kini Mak Edah lebih banyak bergaul dengan orang-orang di pemerintahan. Jiwa sosialnya pun semakin terasah. Puncaknya, ia merasa risau ketika desanya masuk menjadi salah satu desa di Karawang yang masuk dalam kategori rentan pangan.
“Salah satu untuk bisa keluar dari status desa rentan pangan, mesti ada produk unggulan di desa ini,” ucap Mak Edah.
Meski tidak tamah sekolah dasar (SD) dan pengetahuan terbatas, namun semangat belajar Mak Edah sangat tinggi. Ia mau belajar pada siapa pun termasuk saat ia sering dibawa keliling oleh pejabat di Dinas Pangan keluar daerah. “Pak Kadar dan Bu Roro sangat percaya pada saya dan diajak ke berbagai daerah. Ini kesempatan saya untuk belajar,” paparnya.
Akhirnya, Mak Edah memutuskan membuat produk unggulan kerupuk miskin di bawah naungan Kelompok Wanita Tani (KWT) Kenangan Desa Tanjung. Tidak sendiri, Mak Edah dibantu sekitar 13 perempuan yang sudah udzur di lingkungannya.
“Dulu 13 orang, tapi sudah ada yang meninggal, sakit stroke dan sekarang yang bertahan tinggal 8 orang. Rata-rata sudah sepuh. Karena saya berpikir, kalau saya kaya, maka warga di sini juga harus kaya,” ujarnya.
Memilih kerupuk miskin, bukan tanpa alasan. Mak Edah menyebut, kerupuk miskin ini mudah bahan bakunya, mudah dipasarkannya dan mudah membuatnya.
“Bahan bakunya mudah, memasaknya juga pakai pasir. Jadi saya ingin membuat produk yang mudah bahan bakunya, mudah dipasarkannya dan mudah membuatnya,” ujarnya.
Tidak hanya dalam membuat produk UMKM unggulan, Mak Edah juga memiliki dedikasi pada dunia pendidikan. Ia bersama suaminya mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Hal tersebut, mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan melalui jalur pendidikan persamaan.
“Ijazah saya dari SD sampai SMA semuanya ijazah persamaan. Karena, saya mesti punya ijazah untuk mengelola PAUD ini,” ucapnya.
Menariknya, PAUD yang dikelolanya ini semuanya gratis. Siswa tidak dikenakan biaya, sehingga kini muridnya dari yang awalnya 20-an, kini mencapai 90-an. “Gaji guru dari bantuan operasional pemerintah. Kalau siswanya gratis,” paparnya.
Dari produk kerupuk miskin yang diolahnya ini dan dedikasnya memberdayakan lansia dan janda serta dunia pendidikan, menghantarkan Mak Edah berprestasi hingga ke tingkat nasional. Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menobatkannya sebagai Perempuan Berjasa dan Berprestasi.
Penghargaan diserahkan oleh Gubernur Jawa Barat dalam acara Peringatan Hari Kartini 2022 di Gedung Sate 21 April 2022 lalu.
Kemajuan desa dan prestasi Mak Edah bersama warga dusun di desanya ini, tidak lepas dari peran serta Pertamina Gas yang membantu sarana dan prasarana pendidikan dan UMKM di KWT Kenanga yang diketuai Mak Edah.
“Kalau saya hitung bisa sampai miliaran. Bantuannya bukan berbentuk uang, tapi barang. Ruang kelas, jaringan wifi, gedung serba guna sampai alat untuk membuat keripik. Packagingnya juga dibantu. Saya sangat bersyukur. Bahkan produk saya pernah dibawa ke Presiden Jokowi dan dipromosikan langsung,” ucapnya.
Kini, meskipun sudah tidak lagi mendapat binaan dari Pertamina Gas, usaha dan lembaga pendidikan yang dikelola Mak Edah masih tetap eksis dan terus berkembang. “Kini sudah mandiri. Bantuan yang sudah diberikan saya rawat, agar tetap bermanfaat,” terangnya.
Sementara itu, Analyst CSR PT Pertamina Gas Tedi Abadi Yanto, menceritakan, Pertamina Gas turun ke Desa Tanjung bukan tanpa alasan. Saat itu, ia mendapatkan informasi ada desa yang berada di rink 1 perusahaan masuk kategori rentan pangan.
“Memang awalnya dari situ (rentan pangan). Saya turunkan tim, lalu kami putuskan untuk membantu KWT Kenanga,” paparnya.
Tedi meneruskan, perusahaan melakukan pendampingan dari tahun 2017 hingga 2022. Semua sektor didorong untuk berkembang, baik UMKM maupun pendidikannya. Pendampingan ini pun berhasil membawa keluar Desa Tanjung dari status rentan pangan menjadi desa berkembang.
“Sekarang, mesti tidak lagi kami dampingi, sudah dilepas. Tetapi, desa ini menjadi perhatian kami,” tutupnya. (asy)
 

 
						


