PURWAKARTA

Jelang Imlek, Penjualan Dodol Cina Belum Ramai

PRODUKSI : Dapur pembuatan dodol cina yang sudah berjalan puluhan tahun di Purwakarta.

PURWAKARTA, RAKA – Jelang perayaan tahun baru Imlek 2571 Kongzili yang jatuh pada 25 Januari tahun ini. Kue keranjang atau lebih dikenal dengan nama dodol cina adalah salah satu kuliner khas yang menjadi sajian wajib bagi masyarakat Tionghoa.

Makanan berbahan utama tepung beras ketan dan gula pasir ini memang bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari negeri Tionghoa. Namun, kue keranjang ini sudah masuk ke tanah air sejak zaman penjajahan dulu.

Setiap tahun menjelang perayaan Imlek, pembuat kue keranjang selalu kebanjiran pesanan. Namun, tahun ini angkanya menurun. Perajin kue keranjang asal Kabupaten Purwakarta, Hayati, mengeluhkan soal penurunan produksi pada Imlek 2020 ini. “Tahun sebelumnya bisa produksi hingga 1,8 ton. Tetapi, tahun ini perayaan tinggal 18 hari lagi baru produksi sekitar 0,5 ton,” kata Hayati, Selasa (7/1).

Meski demikian, kue keranjang ini tetap diproduksi. Sebab, kue berwarna merah kecoklatan ini, merupakan penganan wajib saat imlek dan perayaan gong xi fat cai.

Satu-satunya pembuat kue keranjang di Purwakarta yang sudah ada sejak 1985 itu menjual kue khas itu dengan harga Rp35 ribu, biasanya berisi 3 buah kue dodol.

Meskipun usaha musiman, sektor bisnis ini mampu menyerap lumayan banyak tenaga kerja. Produsen rumahan kue keranjang Tan Pikong yang beralamat di Gang Bayeman (Gang Aster) RT20/10, Kelurahan Nagri Kaler, Purwakarta itu mempekerjakan sejumlah warga sekitar untuk membantu menyelesaikan pesanan.

Ada yang bertugas mencampur bahan dan mengolahnya, menyiapkan wadah kue keranjang, memasukan adonan ke dalam wadah, menata wadah berisi adonan di satu tempat untuk selanjutnya dilakukan pengukusan. “Kue ini bisa bertahan sampai setahun, proses memasaknya bisa sampai 15 jam, belum lagi proses pendinginan. Kuenya dapat disimpan lama, bahkan dengan dijemur dapat menjadi keras seperti batu dan awet,” ujarnya.

Sebelum menjadi keras, kue tersebut dapat disajikan langsung. Akan tetapi setelah mengeras, dapat diolah terlebih dahulu dengan digoreng menggunakan tepung dan telur ayam untuk disajikan hangat-hangat. “Ya bisa sampai setahun kedaluwarsanya kalau disimpan di tempat yang jauh dari jangkauan sinar matahari. Juga dapat pula dijadikan bubur dengan dikukus kemudian ditambahkan bumbu-bumbu kesukaan,” kata Hayati.

Untuk menghasilkan dodol Cina yang bagus, kata Hayati, caranya yaitu mencampur satu kilogram tepung ketan dengan dua kilogram gula pasir. Terus, dicampur air rebusan daun pandan. Dicampur, hingga teksturnya lembut. “Yang paling utama, mengukusnya harus 15 jam. Jadi, dodolnya matang dengan sempurna. Warnanya, merah kecoklatan. Kue ini bisa bertahan sampai satu tahun, tanpa pengawet,” ujarnya.

Sementara Mulyadi, suami Hayati mengungkapkan, kenapa kue ini dinamai kue keranjang atau kue ranjang karena proses pembuatannya melalui pencetakan berbentuk keranjang.

Pada zaman dulu kue keranjang ini digunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur. Upacara itu dilakukan tujuh hari menjelang tahun baru Imlek dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. “Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai cap go meh atau malam ke-15 setelah tahun baru Imlek,” ucapnya.

Menurutnya, kue keranjang ini awalnya juga dipercaya ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa tungku, dengan tujuan dewa tungku membawa laporan yang menyenangkan kepada raja surga (giok hong siang te). “Selain itu, karena bentuknya yang bulat, kue keranjang ini bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun, dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang,” kata Ko Pikong, begitu Mulyadi biasa disapa. (gan)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button