Karawang Masih Rawan Kejahatan
41 Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan
KARAWANG, RAKA – Ada pekerjaan rumah besar bagi bupati dan wakil bupati terpilih nanti. Kabupaten Karawang belum aman dari kekerasan terhadap perempuan dan anak. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa), dari bulan Januari hingga November 2020, telah terjadi 41 kasus kekerasan perempuan dan anak di Kota Pangkal Perjuangan. Jumlah tersebut terbanyak keenam di Jawa Barat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Karawang melalui sekretarisnya Amid Mulyana mengatakan, tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Karawang tercatat di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), di satu sisi merupakan bentuk kepedulian masyarakat khususnya korban untuk berani melaporkan kekerasan yang terjadi.
Selama korban dan keluarga cenderung tidak berani melapor karena dihantui rasa takut dan malu. Amid juga membeberkan macam-macam kekerasan yang kerap terjadi, diantaranya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), rebutan hak asuh anak, kekerasan seksual, dan penyimpangan seksual kepada anak. Mengenai kekerasan dan penyimpangan seksual, berdasarkan pengakuan pelaku, kata Amid, tindakan disebabkan dampak dari menonton film dewasa melalui internet, handphone dan akibat pergaulan bebas. Pihaknya menyadari kekerasan kepada perempuan anak yang cenderung semakin marak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat. Upaya ini juga tengah dilakukan dan akan terus dilakukan melalui sosialisasi tentang pencegahan kekerasan tersebut. “Melalui sosialisasi ini diharapkan masyarakat bisa mengantisipasi akan kekerasan kepada anggota keluarganya,” ucapnya.
Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kekerasan terhadap anak tidak beranjak menurun, tetapi faktanya terus meningkat trrlebih sejak Pandemi Covid-19 menyerang Indonesia di awal Maret 2020. “Levelnya semakin mengerikan, sehingga tahun 2021 kasus kekerasan terhadap anak tidak lagi pada posisi darurat tapi sudah berada di level abnormal dan Indonesia di ambang ancaman lost generation,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, kasus kekerasan terhadap anak tidak lagi sekadar dihadapi pada situasi yang memerlukan penanganan dari semua pihak, tetapi bentuk-bentuk kejahatan terhadap anak baik kejahatan seksual, kekerasan fisik, verbal dan lainnya sudah masuk dalam tahap abnormal. Bentuk lain dari ketidakwajaran yang semestinya tidak mungkin terjadi, justru faktual terjadi ditengah lingkungan sosial anak.
Lebih parahnya fakta abnormal itu dianggap oleh masyarakat sebagai sesuatu yang biasa, demikian juga dimata para penegak hukum situasi abnormal itu juga masih dianggap sebagai tindak pidana biasa. Sikap itu juga merupakan sikap abnormal, sehingga ancaman tahun 2021 kedepan adalah ancaman yang sangat serius. “Lebih menakutkan lagi, fakta menunjukkan bahwa situasi abnormal itu lebih mengerikan dari kondisi darurat,” paparnya. (mra/psn)